Malem minggu gini mau cerita tentang ekosistem eCommerce di Indonesia.

Mudah2an berguna buat yang mempunyai mimpi membangun toko online atau yg sedang membesarkannya.

Cerita toko online di Indonesia *sebuah utas santai
Dari tahun 2013an lah, gw teriak-teriak tentang digitalisasi toko dan pentingnya membangun ekosistem online yang sehat di Indonesia.

Tapi ketika itu, mindset pemerintah tentang digitalisasi selalu saja tentang apps atau unicorn atau gitu lah.

eCommerce gak diperhatiin.
eComm dulu yang gede dan langsung mati itu nongol di tahun 1999-2000an, namanya Lipposhop. Punya grup Lippo lah ya.

Mati gak sampe setahun karena memang ekosistem belum terbentuk. Orang masih takut belanja online, apalagi masukin kartu kredit di website tertentu di internet.
Setelah itu banyak yang nongol, tapi menurut gw, titik balik eCommerce di Indonesia ada dua:

1. berdirinya marketplace
2. pandemi covid-19

Marketplace ini nonjol banget karena memang menyelesaikan masalah belanja, tapi memunculkan masalah baru, yaitu logistik.
Tahun 2018, di acara BOTRAM, ada 200an internet marketer beromset gede lah, gw kumpulin di Bandung.

Pembicaranya Ahmad Zaki eks CEO Bukalapak. Masih inget banget Zaki cerita kalau awal muasal Bukalapak itu ya nyepam.

Nyepam yang pada jualan di Facebook, pada masa itu.
Ini permasalahan logistik yg gw maksud.

Kirim barang dari Padang-Jakarta ternyata lebih murah daripada Padang- Palembang.

Ini permasalahan besar, karena akhirnya mengakibatkan kirim barang ke Jayapura dari Jakarta bisa 120ribu.

Sementara ongkir adalah BIG DEALl utk pembeli.
Jadi, buat temen-temen UKM di Indonesia timur, juga sangat kesulitan on board digital, karena gak kompetitif di ongkir.

Perusahaan ekspedisi juga gak bisa disalahin, memang biaya kesana mahal karena musti lewat udara.

Rudet. Asli.
Masalah ekspedisi ini tidak berhenti disini. Karena nyambung ke kebijakan ekspor di Indonesia.

Iya, kebijakan ekspor kita belum mengakomodir cross-border marketing. Ekspor kita masih harus B2B dan dalam jumlah yg besar.

Ini urusan dengan gunting pita, media dan undang pejabat.
Kita belum bisa ekspor jumlah satuan dalam jumlah masif. Ada sih beberapa ekspedisi seperti RaySpeed yang punya program kirim barang cepet ke MY dan SG. Tapi ya terbatas.

Harusnya kita bisa kayak China. Kalau kita pesen barang di @AliExpress_EN nih, gak ada biaya yg memberatkan
Untuk menyelesaikan masalah logistik ini, salah satunya adalah dengan fullfilment center.

Fulfillment center ini gudang yang all-in. Ada storing, pengepakan, sampai pengiriman ke customer toko online.

Indonesia harus banyak membangun fasilitas ini di semua wilayah.
Minggu lalu, sama Menhefari (Dimensi) dan Hisjam (Afra Kids) maen ke gudang nya Jd(dot)id dan JX Logistik di Marunda.

Begini kondisi gudang2 kita. Masih manual dan bertenaga manusia. Hari biasa ada 35k paket yg dikirim dr sini, kalau pas Harbolnas bisa 70-100k sehari 😳😳
Selain logistik, masalah lain adalah Payment Gateway.

Midtrans sih menurut gw masih yg terbaik, apalagi setelah di akuisisi @gojekindonesia. Tapi pembayaran ke vendor yang 3-5 hari juga problem.

UKM kita gak bisa dibayar 3-5 hari.
Penyelesaiannya simpel banget. Kalau ada lembaga keuangan yg bisa me-leverage gap pembayaran ini selesailah masalahnya.

Tapi entah kenapa gak ada yang melihat ini menjadi persoalan besar. Padahal kalau di consolidate, ini bisa mendorong UKM untuk go online lebih banyak lagi.
Kami di @smescoindonesia melihat ini sbg permasalahan serius yang harus diurai secepatnya. Semata agar ekosistem dagang online di negara ini menjd lebih baik.

1. Edukasi tentang fulfillment center ke semua stakeholder
2. Mencari lembaga keuangan yg mampu mengcover gap pembayaran
Padahal, sebetulnya permasalahan UKM kita itu ada banyak.

Seorang internet marketer pernah ambil barang dr China, tp karena nasionalisme, dia coba cari barang yg sama di Indonesia.

Walhasil, UKM kita yg memproduksi selalu gak memuaskan.
Masalahnya adalah:

1. Perlu uang DP di depan
2. Kalau hanya di DP, berarti bahan baku sebanyak uang DP dibeli duluan
3. Ketika bahan baku tsb habis terpakai, bali bahan baku lagi, nah ini terkendala bahan baku lama yg habis.
4. Akhirnya kualitas barang tidak terjaga.
Ini masalah klasik UKM di Indonesia:

1. Akses bahan baku
2. Akses pembiayaan
3. Akses ke pasar

Padahal semua ada solusinya.
Udah jam 21 wib. Musti istirahat. Kapan nanti gw lanjutin lagi deh utas ini.

Tapi seperti kata gw, semua ada solusinya, hanya mungkin belum tersosialisasi dengan baik. Next time yes!

Semoga semua sehat2 ya. *end
You can follow @WRahMada.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.