Read on Twitter
Dilansir dari @CIES_Football Milan jadi salah satu kesebelasan dengan net transfer (spend - earn) terendah, di mana nilai loss menjadi tinggi.
Sebaliknya, ada daftar klub dengan net transfer profit paling tinggi. Lille LOSC menjadi kesebelasan teratas, di mana model bisnis buy low sell high era presiden Gerard Lopez ini memang menjadi strategi mereka, salah satunya untuk bisa membayar pinjaman.
Ini bisa jadi mencerminkan kebijakan klub, apakah menjadi “klub penjual” tapi dengan prestasi stabil seperti misalnya Porto pada tahun 2000an awal, atau menjadi “klub pembeli” yang memang tujuan membeli pemain untuk meningkatkan performa di lapangan.
Milan jelas bukan tipikal klub penjual. Banyak pemain yang baru meninggalkan klub setelah jadi free agent. Salah satunya karena sempat menerapkan kebijakan mendatangkan pemain2 berusia matang yg nilai jual kembalinya jatuh.
Sudah performanya kurang ok di lapangan, gaji pemain2 ini terlalu besar, hingga klub2 peminat mundur teratue dan si pemain betah2 saja. Kondisi ini berlangsung cukup lama dan menggerus performa keuangan Milan. Tapi belakangan ini, kondisi berubah.
Selain model perekrutan yg lebih banyak ke pemain muda potensial yang masih bisa dikembangkan dan market value-nya terus naik, Milan juga cukup baik dalam menjual pemain dengan mempertimbangkan aspek plus/minusvalenza. Conti contohnya, ada loan w/ obligation 7jt.
7jt mungkin sekilas terlalu kecil dan kelihatan jual rugi, karena harga beli 25jt. Tapi kan ada amortisasi yg harus diperhitungkan. Kalau sudah dihitung, harusnya jadi plusvalenza. Hal sama jg berlaku buat Suso, Paqueta, Piatek, dan Cutrone.
Dari €266m transfer earned sejak 2016, kurang lebih €116m di antaranya didapat dalam empat window terakhir (2 summer dan 2 winter). Dan dalam empat window itu, net transfer Milan “hanya” minus €28m. 
