Rupanya rekam jejak buruk tim legal @eigeradventure ada di banyak channel YouTube yang mengulas produk mereka scr sukarela.

Gaya komunikasi lebih mirip mandor ke bawahan. Penasaran, bgm Eiger merekrut pegawai mereka?
Ironis, krn di tengah pandemi spt sekarang, penjualan berbagai brand sangat dipengaruhi aktivitas online.

Sayangnya, entah @eigeradventure belum paham "Cyber-PR" jadinya penopang penjualan, via online, justru dirusak pegawai mereka sendiri.
Ada banyak brand memberi porsi perhatian hingga cost besar untuk menjaga image mereka.

Sementara @eigeradventure menggaji pegawai justru utk menghancurkan image mereka sendiri.
Anyway, ini gue bicara juga based on pengalaman pribadi, menangani urusan ginian dari politik s.d olahraga.
Terpikir, apakah @eigeradventure tidak tahu bahwa di masa pandemi banyak korporasi jor-joran "bakar duit" utk bisa mengakrabkan diri dgn tren pandemi, di mana orang² semakin akrab dgn aktivitas online?
Padahal, jika menyimak reputasi mrk selama ini, mereka pastilah sdh punya peta bgm "petaka" menurunnya daya beli, permintaan lbh rendah dibandingkan suplai, dlsb.
Kondisi ini semestinya bikin mereka semakin berhati², tidak jemawa hanya krn memiliki nama besar di tengah berbagai brand sejenis.
Terlebih lagi, terkait daya beli di masa pandemi, publik cenderung lbh mengencangkan ikat pinggang.

Sementara dlm hal penjualan, brand mana saja bekerja bgm konsumen jgn kenceng² amat ngencengin ikat pinggang.
Ringkasnya, yang biasanya disadari banget "pengawal brand" bahwa keputusan calon pembeli utk membeli, apalagi di situasi gini, sangat terpengaruh dari image dr brand itu sendiri.
Pembeli yang merasa nggak enak hati, bakalan gampang pindah ke lain hati (kek orang pacaran kira-kira).
Terbukti, di tengah bumerang dilakukan tim legal @eigeradventure banyak konsumen yg justru saling share opsi-opsi lain, dgn narasi, "Ada banyak brand lain yang nggak kalah dari Eiger, lho."
Jangan bilang itu nggak bahaya. Apalagi pasar adalah medan perang.

Terbukti, beberapa brand pun cukup cerdik bikin konten tandingan, demi merebut "kemenangan" di tengah kancah perang bernama pasar tadi.
Kesalahan tim legal @eigeradventure yang serampangan, mungkin cuma kesalahan beberapa orang, tetapi di mata publik bisa saja satu perusahaan kena cap buruk.
Bagi kompetitor, kasarnya mmg bisa dibilang, keteledoran tim legal @eigeradventure nggak cuma mengundang tawa besar mereka, tetapi juga terlihat peluang besar merebut pasar.
Ini di masa pandemi, di mana ngeluarin duit seribu rupiah pun banyak orang mikir-mikir.

Dalam kesulitan itu, @eigeradventure justru membuka pintu untuk kompetitor mereka.
Makanya ada istilah "brand health" yang punya dampak nggak cuma thd profit, tetapi juga pertumbuhan bisnis.

Sebab di sanalah lahir loyalitas konsumen, bikin pasar tumbuh, sampai membuka pasar lebih luas.
Toys "R" Us pernah punya catatan menarik. Reputasi besar, tetapi justru terkapar pada 2018 lalu setelah 70 tahun bertahan.

Banyak pakar meyakini, salah satu pemicunya adalah buruk dlm me-maintain pengaruh mereka di mata konsumen.
Gue ngoceh gini karena brand @eigeradventure juga akrab dgn gue.

Dari jam tangan, kaos, dompet, sepatu gue ada merek ini.

Cuma celana dalam doang yg nggak ada merek ini. CD teuteup merek Hings! (Ini merek jaman baheula euy). 😉
You can follow @zoelfick.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.