Takeaway terbesarku dari keributan Bali ini adalah eksodus orang dari negara maju ke berkembang itu akan berjalan terus (susah dibendung, insentifnya juga besar). Kekhawatiran tentang gentrifikasi (secara lebih umum, masalah keadilan sosial) ...
akan muncul jauh lebih banyak lagi dalam masa yang akan datang https://twitter.com/Expat_Indo/status/1350966378573017088
Permasalahan asimetri informasi ini akan muncul lagi, sebagai contoh par excellence seeing like a state lagi-dan-lagi. Pengetahuan ini dalam banyak kasus unintelligible dan tidak rasional jika dibuat dalam istilah ekonomi, malah terkesan lebih xenofobik. https://twitter.com/miftah___ra/status/1350799069061419010
(mis. Saya tidak suka Bule karena sekarang semuanya dalam bahasa Inggris). It's not really about visa and legal mumbo-jumbo. Kita semua tahu tidak ada yang bisa menghentikan globalisasi, tapi masalah yang muncul karena gentrifikasi sering unik dan sulit di-"bahasa"-kan.
Problem terbesarnya adalah bagaimana kita bisa menjaga kultur lokal terhadap gelombang ini (menjaga bukan kata yang tepat, tujuan kita bukan mengonservasi seperti dalam kebun binatang/taman nasional).
Dalam kata lain, bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan yang ramah terhadap munculnya pengetahuan lokal. Yang harus kita perhatikan adalah proses kemunculan pengetahuan lokalnya, bukan pengetahuan lokal itu sendiri.
Kalau kata J. Scott, bgmn membuat institusi ramah metis?
Kalau kata J. Scott, bgmn membuat institusi ramah metis?
Kalau kata Bostrom, ini adalah tiling structure (Bali tanpa orang Bali tapi orang Bule, Disneyland tanpa anak-anak, Semesta penuh paperclip, Kapitalisme tanpa manusia). https://slatestarcodex.com/2014/07/13/growing-children-for-bostroms-disneyland/
Posisiku seperti ini: Jika kita percaya terhadap kemanusiaan sebagai umat, dan kemampuan manusia untuk mengubah dunia dengan lebih baik (mis. lewat teknologi), problem ini jadi straightforward: problem penciptaan kekayaan.
Orang Bali/Indonesia tidak dapat menikmati Bali/Indonesia karena tidak cukup memiliki kekayaan seperti Bule. Ya Tuhan, jika semua orang bisa pergi ke Bulan, siapa sih yang ingin meng-"gentrifikasi" Bali? Every non-billionare is a policy failure. https://twitter.com/ArtirKel/status/1326643266469572608
Yang lebih menarik lagi: Kota lebih lindy daripada negara (ada Jayakarta jauh sebelum ada Indonesia), dan jauh lebih mungkin masih ada kota setelah negara runtuh. Dengan lebih besarnya kapabilitas kita untuk mengambil opsi exit, ...
semua orang bisa kabur kapan saja dari tempat mereka sekarang (seperti mba Kirsten). Tidak ada kewajiban untuk mengikuti sistem yang sudah ada karena kita bisa kabur/bikin sistem sendiri.
Threat "kalau ga suka Indonesia/tempat manapun, silakan keluar saja" itu makin nyata. Dulu sih ini hanya retorika, karena memang mau kemana?
Ada banyak proyek untuk bikin kota merdeka sendiri (mis. kota mengambang di laut), seperti yang dilakukan oleh @Seasteading.
Ada banyak proyek untuk bikin kota merdeka sendiri (mis. kota mengambang di laut), seperti yang dilakukan oleh @Seasteading.
Ini mirip dengan ide mas Scott Alexander tentang Atomic Communitarianism (harus baca, untuk kawan-kawan di ITB ( @ishtiangbendera) terutama) https://slatestarcodex.com/2014/06/07/archipelago-and-atomic-communitarianism/