Kode Keras di Jam Gadang...
sebuah utas..
Kita mulai dari sejarahnya ini tower jam ya..
Selama ini, yg tercatat adalah, jam besar ini adalah hadiah Ratu Wilhelmina pada controlleur For de Kock, HR Rookmaaker.
Hadiah ini karena HRR dipandang berhasil mengurus Fort de Kock, walau saat tower jam ini dibangun, tuan controlleur sudah dipindahtugaskan.
Apa keberhasilan tuan controlleur itu, kita tidak begitu paham. Patokan keberhasilan kolonial dengan bumiputera tentu berbeda. Tetapi sebagai anak dari seorang birokrat, HRR tentunya punya jasa plus plus.
Jika tidak plus-plus, bagaimana mungkin peletak batu pertama tower jam ini adalah anak laki² HRR yang masih kecil?
Anak ini, sejarahnya nanti juga cukup panjang, setidaknya bagi peminat seni dan teologi.
Sebenarnya, di Hindia Belanda banyak juga monumen² yang dibangun. Sebagian diantaranya juga memiliki jam berukuran besar. Sebagian dinamakan dengan Wilhelminatoren, atau tower Wilhelmina. Sebagian jam cukup dinamakan Klokketoren, tower jam.
Bagian atas tower jam ini, dulunya berbentuk kubah dengan ayam jantan menghadap ke timur.
Simbolik sekali ya, bagi yang paham dengan makna simbolis menara dengan kubah plus ayam jantan, tentu akan tersenyum simpul.
Selain biayanya yg cukup besar pada jamannya, 3000 guilder, catatan lain seperti arsiteknya juga tercatat dalam sejarah. Pribumi yang pasti, asli minangkabau setidaknya bergelar Sutan.
Tapi tidak banyak kita tahu darimana dua orang itu belajar menjadi tukang batu atau arsitek
Walau pabrik Indarung yg menghasilkan semen bagus itu sudah berproduksi, tetapi dalam sejarah tower jam ini, yang dipakai adalah adukan kapur dan putih telur.
Sementara di tahun 1926 itu, Fort de Kock adalah daerah terdampak oleh gempa besar Padang Panjang.
Namun yang pasti, sebagai kota pelesiran bagi para pejabat kolonial yg kepanasan di khatulistiwa, dengan menara jam megah, yang padu dengan tata lanskap di perbukitan, Fort de Kock memang kemudian banjir pujian.
Tetap saja kemudian terasa janggal, kenapa HR Rookmaker yg jadi controlleur untuk division Agam di Sumatra Westkust dari 1924-1925 ini dapat hadiah menara jam?
Diketahui kemudian yg tinggal di Agam, fort de kock saat pembangunan ini adalah istri dan anak² HRR.
Sementara Rookmaaker sendiri berpindah² tugas menjadi asisten residen sejak 1925 itu ke Flores, Timor dan Kepulauan hingga tahun 1927 dipindahkan ke Pantai Utara Aceh juga sebagai Asisten Resident.

Saat di Flores inilah, sejarah Rookmaaker dan Komodo juga tercatat.
Jadi, Varanus Komodoensis, Naga Komodo itu, pernah ditangkap 12 ekor dan oleh asisten residen saat itu disumbangkan ke taman zoologi dan museum di Amsterdam, Rotterdam, Leiden, London, Berlin dan Frankfurt.
Tapi karena Rookmaaker bukan lagi pejabat di Division Agam, dan sumbangan komodo ke lembaga2 zoologi dan museum itu terjadi setelah tower jam terbangun. Maka menara jam itu di atasnya ada ayam jantan menghadap ke timur.
Tapi Rookemaaker memang cukup banyak terkait dengan zoologi, beberapa species juga dinamakan dengan namanya.. romaakeri..
Mungkin saja taman zoologi di Agam jaman Hindia Belanda, juga dari idenya, tapi entahlah saya belum dapat datanya.
Kembali ke menara jam besar di Division Agam, Fort de Kock itu. Laman2 wikipedia hingga catatan resmi instansi negara, hanya mencatat itu sebagai hadiah pada controller yg menjabat.
Saya jadi mikir, kalau kontroller aja dihadiah menara jam, bagaimana dengan pejabat lain?
Katakanlah asisten residen saat itu, atau residen Sumatera Weskust, daerah yg saat itu memang sangat berkembang pembangunan infrastrukturnya. Tentu berkaitan dengan tambang batubara maka ada keretapi hingga emma haven.
Kita langsung saja ke jaman Jepang.
Ketika bagian atas menara jam itu diganti oleh pemerintah pendudukan.
Pertanyaannya kenapa diganti ya?
Apa unsur pengantinya secara simbolik bertentangan dengan simbol kubah ayam jantan yg sebelumnya?
Sebagai negara matahari terbit, tentunya yang menghadap ke timur adalah para penghormatnya. Masak ayam.
Soal hormat menghormat, puja memuja ini tentu terwakili pula oleh bentuk yang dipilih oleh Jepang sebagai ganti bentuk kubah ayam tadi.
Kemudian ketika Jepang kalah, entah siapa saja yang memanjat menara jam ini untuk merubuhkan simbol yg dibangun jepang itu. Dan tentu saja tidak lagi tercatat siapa arsitek penganti bagian atas menara jam ini menjadi berbentuk gonjong khas minang yg menghadap ke 4 mata angin.
Soal mata angin gonjong yang baru ini, tidaklah persis tercatat pula presisi tidak presisinya. Biar diukur oleh birokrat yg bertugas saja.
Tetapi yang jelas bukan mewakili luhak nan tigo. Gonjongnya berjumlah empat, sesuai dengan bidang dasarannya yg persegi.
Atap gonjong lumrahnya memang genap, selama mewakili keseimbangan bagian kiri-kanan, depan dan belakang.
Gonjong ganjil ketika ada bagian depan rumah gadang yang diberi gonjong pula untuk bagian anjungan beranda. Tapi tidak semuanya begitu, apalagi di masa lampau.
Ya taroklah gonjong empat di atas menara jam ini mewakili luhak nan tigo plus rantau.
Tetaplah ada makna simbolis yang tersimpan. Setidaknya di bagian puncak menara ini saja. Bagian bawah hingga pondasi tetaplah dari bangunan awalnya.
Jadi sejarahnya karena dihantam gempa berturut², menara jam ini akhirnya direnovasi. Diperbaiki, direfurbish, hingga akhirnya dinyatakan aman dari ancaman gempa.
Nah, beberapa waktu lalu ditutuplah dengan marawa menara jam ini. marawa adalah bendera adat minangkabau di tigo luhak. Bedanya ada di sisi terluar bendera adat yang biasanya dipasang tegak, seperti umbul².
Kembali lagi ada makna simbolik dalam penutupan dengan marawa itu.
Perhatikan komposisi warna marawa yg membungkus menara jam di foto awal utasan ini. Mana bagian terluarnya, dan apa warnanya.
Jika dilihat dari satu sisi, maka bagian terluar marawa itu adalah merah, ciri bagi marawa luhak agam.
Memang dari dulu Bukittinggi adalah koto rang agam, kota orang Agam. Setidaknya begitulah kesepakatan sosial nagari² di Agam yang mengelilingi daerah yang kemudian menjadi "kota benteng" hingga kota pelesiran dan pendidikan pada jaman hindia belanda itu.
Bukittinggi atau fort de kock menjadi kota pertahanan itu karena wilayahnya yang berbukit-bukit dan salah satu bagian utara dari deretan bukit itu dibangun benteng pertahanan. Yang sekarang reservoir dan meriam² benteng itu dikenal sebagai benteng Fort de Kock.
Tapi jika dipikir betul, seluruh bagian perbukitan dan ketinggian, saat itu sangat potensial menjadi benteng pertahanan. Termasuk bagian bukit yang menghadap ke timur dan selatan, yang berdekatan secara topografis.
Termasuk areal dimana kemudian dibangun menara jam.
Hampir menjelang 100 tahun setelah perang pidari itu berakhir, menara jam dibangun di daerah pertahanan hindia belanda saat perang itu. Barangkali memang hadiah untuk tuan controleur, bukan tugu peringatan kemenangan perang sebagaimana yang dibangun di Padang.
Lalu, beberapa hari lalu ditutuplah menara jam ini dengan kain putih. Simbol warna putih yang bagi para peminat sejarah, terutama sejarah paderi di Minangkabau, memiliki makna tersendiri yang dalam dan lekat dengan gerakan pembaharuan Islam pada masanya.
Kain putih berbentuk jubah lebih tepatnya dengan menutup sebagian atas dari menara jam ini. Bagian yang memang dari sejarahnya mewakili simbolitas tertentu yang silih berganti.
Untuk sementara ditutup berkaitan dengan momen Tahun Baru masehi, momen warisan peradaban tertentu.
Walau cuma beberapa hari, makna yang disampaikan sebenarnya cukup kuat dan dalam. Sekalipun sangat terlihat kesan tergesa² dan seperti kekurangan dana, dan bekas marawa beberapa tahun sebelumnya entah dimana dan bagaimana nasibnya.
Jika alasannya adalah mencegah kerumunan sementara waktu, dan terkait dengan pandemi Covid19, maka tentunya akan ada waktu² lainnya untuk penutupan itu.
Tinggal lihat kalender, kapan ada masa libur yang panjang dan banyak pengunjung ke landmark kota ini.
Tentunya, kerumunan tidak hanya ada di pusat landmark menara jam, obyek wisata lainnya juga berpotensi ramai, baik itu di kota Bukittinggi maupun di kabupaten sekelilingnya.
Tentunya bakal banyak pula dibutuhkan stock kain putih pembungkus papan nama obyek² wisata itu.
Kembali ke kode keras sebagai judul utasan ini...

Masa belum terbaca yang tersurat dan tersirat ?
Buku ini, versi PDFnya bisa diunduh di laman wikipedia mengenai Jam Gadang versi Bahasa Indonesia.
Sekalipun berjudul Sumatera Barat, isinya lebih banyak tentang Bukittinggi.
http://repositori.kemdikbud.go.id/13419/1/Sejarah%20sosial%20di%20daerah%20sumatra%20barat.PDF
You can follow @felagonna.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.