Pada akhirnya saya harus jujur mengatakan bahwa permainan politik kampus ala oknum Kammi sudah mencapai titik bukan hanya menjemukan tapi sudah mencapai taraf memuakkan. Saya selalu bilang jangan benci kamminya, bencilah dgn isi fikirannya. Namun ini sudah cukup

[Sebuah Thread]
Bersamaan dengan thread ini saya juga menyatakan diri menarik kapal saya dari satu lautan penuh kenistaan yg disebut sebagai “politik kampus”. Sudah saatnya saya berhenti mengharapkan kehadiran politik alternativ dan fungsi pengawalan komersialisasi pendidikan lewat jalan ini
Saya memang akan buka-bukaan tentang praktik politik Kammi yang baru-baru ini saya hadapi. Namun, sebelum lebih jauh dari itu, penting untuk memahami bahwa tulisan ini bukan saya dedikasikan untuk menghantam ato mengajak membenci lembaga besar ini. Tidak kawanku.
Saya mengenal beberapa anggota Kammi yang patut dikagumi. Bahkan terkadang saya belajar banyak dari mereka. Saya berkali-kali menekankan dengan teman terdekat saya agar tidak membenci Kammi, Karna hal tersebut hanyak akan melanggengkan konflik horizontal.
Dan selalu ada pihak yang diuntungkan saat kita saling menyakiti dan disakiti. Namun, pada akhirnya kita harus fair. Kammi adalah lembaga yang besar. Maka kekuataan yang besar akan melahirkan tanggung jawab yang besar pula. Sederhananya “noblesse oblige”
Jadi saya mulai kisah ini tatkala, saya ikut timses salah seorang anggota Kammi yang kini menghadapi kontestasi Pemilihan Ketua BEM, yakni Mutawakil Hidayatullah. Sebelumnya saya nyaris tidak peduli siapapun yang menang. Namun, Akil bagi saya adalah teman yg cukup lama saya kenal
Tujuannya Apa? Jabatan? Pffttt saya tidak se-tranksaksionis itu. Niat saya sederhana, yakni pelibatan @UNYBergerak dan Srikandi UNY dalam kabinet. Agar lembaga baru ini bisa menyuarakan isunya (Melawan Komersialisasi Pendidikan dan Kekerasan Seksual).
Pertanyaan selanjutnya, apakah saya anggota @mahasiswauenyeh ? BUKAN. Apakah saya anggota Srikandi UNY atau seorang femins? Juga bukan. Seorang semi-patriarki seperti saya, sangatlah tidak pantas mendaulat diri sebagai feminis. Saya masih harus banyak baca soal feminis wkwkwk
Lalu apakah saya anggota Ekstra kampus yang menginginkan ruang bagi kelompok saya? Bukan, Saya bukan seperti si "anu" yang berakhir mengundurkan diri dari BEM. Konon karna tidak mendapatkan jatah kursi seperti yang dijanjikan Kammi terhadap ekstrakampusnya
Nyaris scra tranksaksionis dan kontraktual tak ad yg menguntungkan sya scra pribadi dri hsil kemnangan Akil. Sedrhananya saya hanya ingin memberi ruang pada 2 lembaga dan gerakkan di UNY. Mengingat ada indikasi gerakkan UNY bakal tiarap setelah, Si Stalin terpilih menjadi Rektor
Pun apa yang dijanjikan oleh Akil terdengar manis, Akil mengatakan taun ini ia bakal mengerahkan kekuatan BEM untuk gerakkan dan akan membangun kabinet yang heterogen, menghimpun dari berbagai kelompok. Sampai sini semuanya terasa sangat cerah dan menjanjikan
Jadi pada akhirnya saya tercatat sebagai timses. Bahkan terjadi kesalahpahaman dimana KPU mengira saya Ketua Timses. Padahal belum ada konsensus seperti itu diantara saya dan Akil.

Keanehannya sudah terasa sejak pertamakali di invite dan melawatkan kumpul pertama timses
idak ada satu pun pembahasan tentang program kerja, visi, dan wacana. Kumpul pertama hanya membahas persoalan teknis bagaimana menjegal Paslon lawan agar tidak dapat melanjutkan pertempuran. Lainnya hanya bagaimana mendapatkan suara di tiap-tiap fakultas
Saya pun bercerita dengan teman-teman saya. Dan teman-teman saya menuding saya hanya dipermainkan disini. Mereka mengatakan Akil hanya butuh suara dan muka saya sebagai jubir. Tentu saya tidak terima. Lalu teman saya meminta saya untuk menguji akil dengan obrolan jabatan.
Saya pun bertemu Akil, pun dia mengatakan sudah menyiapkan kabinet dan orang-orangnya. Anehnya ini belum di obrolkan ke Timses. Bahkan soal visi, diskursus dan wacana pun tak ada yg dbahas sebelumnya. Tapi dia mengatakan semuanya telah siap
Saya pun berfikir jangan" ada lingkaran dalam lingkaran dalam timses ini. Dan itu pun dikonfirmasi oleh Akil, ia mengatakan "Kammi bermain di belakang layar". Tentu saya sudah tau, ad keterlibatan Kammi dibelakang Akil. Namun, yang tak saya duga, adalah besarny intervensi Kammi
Seperti saran teman saya yang saya yakin membaca twit ini. Saya pun bertanya bagaimana bila PSDM dipegang anak gerakkan seperti @mahasiswauenyeh . Ia pun mengatakan bahwa syarat menjadi PSDM adalah harus melalui Daurah Marhalah III, atau salah satu jenjang kaderisasi Kammi
Lantas pertanyaannya? Sejak kapan ad kesepakatan demikian diantara mahasiswa UNY. Bahwa harus mengikuti DM III barulah bisa mengampu PSDM BEM KM. Siapa yang membuat konsensus ini? Apakah ini syarat yang dibuat Kammi untuk UNY? Jiwa wartawan saya terketuk untuk mencari lebih jauh
Setelah saya gali lebih jauh dalam beberapa obrolan via telpon dan ketemu langsung. Yang paling menjemukan adalah penolakan Akil untuk membuat Kordinator Kajian Isu Perempuan. Ia meminta saya untuk menelpon salah seorang kader KAMMI bila ingin adanya Kajian Isu Perempuan.
Sampai sini makin terang sesuatu yang sebenrnya sejak awal sudah jelas. Bahwa timses yang saya gabungi bukanlah tim seutuhnya. Dimana harusnya kami merencanakan bersama visi, wacana, dan diskursus. Namun, tak lebih dari sekedar perpanjangan tangan Kammi
Kembali pada persoalan Divisi Kajian Isu Perempuan. Akhirnya serangkaian obrolan memunculkan titik temu. Dimana "Boleh ada Kajian Isu Perempuaan". Namun, dengan syarat divisi ini tidak boleh membahas "RUU PKS". Apakah ini karena afiliasi Kammi dan PKS? Jawabannya ada dibawah
Akil mengatakan UNY atas nama BEM tidak boleh mengeluarkan sikap tentang RUU PKS. Saya pun berkata "mengapa tidak kita serahkan pada publik untuk menentukan sikap RUU PKS? Entah menolak/menerima/ada catatan lain. Agar lebih fair". Namun, anak Kammi tersebut tidak setuju.
Ia mengatakan RUU ini telah ditolak oleh ahli agama. Namun, saya membantah, RUU ini msih mnjadi perdebatan, & masih bnyk yg terbelah. Saya menginginkan langkah yang lebih demokratis agar publik UNY bisa menentukan sikapnya. Bukan BEM dalam hal ini Kammi yang menentukan sikap UNY
Pada akhirnya ia tetap menolak adanya Kajian Isu Perempuan dan tak mau memberikan ruang bagi publik yang menentukan sikap terhadap RUU PKS. Dalihnya mereka tidak mau sikap UNY ditentukan suara "Mayoritas"
Sampai sini saya mulai paham mengapa Kammi selalu dituduh sebagai oligarki Bagaimana tidak, bisa-bisanya sikap UNY malah justru disetir oleh segelintir kelompok yang menyebut diri mereka sebagai Kammi ini. Dan publik tidak diberi ruang untuk menentukan sikapnya?
Dari sini Kammi yang SERINGKALI SAYA BELA. DAN TAK JARANG SAYA MENGATAKAN "GA SEMUA ANGGOTA KAMMI BISA DIPUKUL RATA". Hancur seketika, yang tertinggal hanyalah oligarki buas. Di mana akil sempat mengatakan kepada saya seraya membentak, "SALAH KALO KAMMI PENGEN BANYAK JABATAN?"
Tak lama dari itu saya di kick dri group timses. Nama sya diganti dari jajaran Timses Akil. Mungkin karna tak sepaham, ato karna saya tidak mau memprotes perpanjangan yang dilakukan KPU, ato karna sya bercerita kepda salh seorang timses Akil tntang obrolan ini, ato karna RUU PKS
Yg jelas sya mrasa bersyukur. Tentu! Buat ap sya ikut" membangun tatanan busuk. Dengan cara berfikir yg oligarkis. Saya merasa menjadi pribadi yang merdeka, bahkan lebih merdeka dari sebelumny. Justru saya merasa berdosa bila nama saya tertera dalam jajaran yg memenangkan mereka
Apakah twit ini bermuara politis? Untuk menerjang Akil? Tentu saja tidak. Saya yakin dengan kehadiran twit ini Akil bakal tetap menang. Karna bukan itu tujuan twit ini. Twit ini saya dedikasikan untuk publik yang berhak tau bahwa sejatinya kampus ini tidak sedang baik-baik saja
Saya justru takut dengan generasi selanjutnya. Yang berikut hari akan menghadapi konstelasi yang busuk. Saya takut saya tidak meninggalkan apa-apa selain kampus yang membosankan. Tatanan birokratis yang feodal, Konstelasi yang busuk. Dan kehidupan kampus yang tanpa gairah
Pada akhirnya apa yang mereka lakukan hanya akan memperkokoh realitas semu "politik kampus" , dengan semua lobi lobi politik, semua transaksi politik, dan strategi politik suksesi akan selamanya politik kampus menjadi semutidak menjadi realitas yang real.
Mereka tidak bekerja secara nyata melawan ketimpangan, tapi melanggengkan teater politik, sebuah dunia simulakra-nya Baudrillad atau jangan jangan di otak mereka memang isinya hanya "simulakra" aja, hanya simulasi dari realitas. Aksi di jalan, teaterikal.
Bahwa Akil bicara besar soal kekerasan perempuan di forum debat. Harusnya itu menjadi kabar baik. Tapi sayang sekali, kenapa saya mesti tau apa yang terjadi dibalik itu. Bagi saya Akil masihlah teman saya. Karna ia teman saya maka ini upaya saya menyadarkan tindakannya.
Bagi saya pertemanan bukanlah sesuatu yang kontraktual, hilang saat Anda tidak sepaham dan secara terang-terangan mengkritik teman Anda. Terlepas dari itu pada akhirnya Akil bukanlah sekedar teman lagi, ia merupakan kandidat terkuat untuk memenangkan kontestasi ini
Maka berikut hari ia punya tanggung jawab yang besar. Kini sekarang tugas kita sebagai teman Akil untuk menyadarkan Akil, Bahwa ia harus lebih dari sekedar perpanjangan tangan Parpol. Sekali lagi jangan benci Akil! Tulisan ini bukan untuk mengajak membencinya!
Pada akhirnya saya ingin menyampaikan bahwa Oligarki itu benar-benar ada di Kampus ini! Mungkin bukan hanya di tingkat mahasiswa. Siapa tau jauh lebih buruk dari itu. Oligarki itu bersembunyi dibalik bangunan semegah rektorat
Saya tentu berharap tulisan ini di respon. Tapi maaf saja, saya tidak akan meladeni ancaman atau ajakan bertemu berbau sentimen. Saya hanya akan merespon bila sidang pembaca mau memperdebatkan tulisan ini lewat forum-forum diskusi dan ilmiah.
Jujur saja saya memiliki banyak pengalaman pahit di Kammi, dan saya tidak takut untuk membeberkannya di twit saya selanjutnya. Beserta dengan bukti-bukti atas tulisan ini. Tapi bukan ancaman dari poin tulisan ini, nilai pentingnya adalah agar kita dan Kammi melakukan autokritik
Dan dengan akhir dari threat ini, saya ingin mengucapkan selamat tinggal politik kampus. Dan bagi mereka yang masih menyelaminya. Selamat menikmati rebutan permen ya
Selamat atas kesuksesannya mas. Maaf saya ga bisa meneruskan jalan suksesmu. Saya ga biasa dengan hal yang berbau tranksaksional dan kontraktual Bahkan jijik. Namun setidaknya saya belajar untuk menjauhi politik kampus apa lagi yang berbau transaksional

https://twitter.com/rgantas/status/1341355032885645312?s=21
Di tweet saya sebelumnya, banyak yang mengaitkan afiliasi kammi dengan perkara Spam Pesan Kampanye, Penyalahgunaan Data Pribadi. Memang pasangan calon Akil terlibat. Namun, tak ada yang bisa membuktikan ini dengan kammi. Saya harap kita jangan bersaumsi https://www.philosofisonline.id/2020/12/spam-pesan-kampanye-penyalahgunaan-data.html
You can follow @rgantas.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.