Mungkin ide2 ini terlalu simplistik, ngawur, lebay, atau too ideal to be true. But let me try sending this to kerasnya dunia twitter. 😅
Carrot.
0. Thanks semua yang urun pendapat. Daripada gw balesin satu2, coba gw lanjutin di thread ini yah. :) Gw bakal coba jawab topik2 atau sanggahan yang paling banyak muncul.
1. Istilah modern slavery tidak tepat atau lebay. Ini gw akuin gw memang hiperbolis dengan istilahnya. Makanya gw tulis di dalam tanda kurung ("I know this term is very lebay"). Tapi argumen utama gw dari thread di atas bukanlah tentang "Mengirim satu bungkus nasi sejauh 12km =
slavery. Lalu apa dong argumen utamanya? Ada satu yang utama. Kalau kerjaan kita membuat product, ada kalanya kita harus mengorbankan growth dan membuat batasan demi alasan membuat experience yang lebih manusiawi buat users kita.
Lalu batas seperti apakah "manusiawi" itu? Akan sesuai dengan konteks masing-masing produk. Kita sebagai pembuat produk tersebut bisa berdiskusi, melakukan riset, atau bahkan mendesign bersama si users.
2. "Analoginya ga cocok! Sekretaris ya job descnya bukan membersihkan kamar mandi. Kalau ojol kan ya job descnya adalah mengirim barang makanan. Mau itu 10 km atau 20 km." Argumen gw adalah, produk yang kita bikinlah yang menentukan job desc ini. Contohnya:
Kita bisa bikin rule di app kalau membawa penumpang di atas 100 km adalah bukan bagian dari job desc mereka. Design dari produk kita bisa menentukan sampai di titik mana job desc itu pantas untuk penggunanya.
3. "Driver kan punya consent. Mereka bisa memilih mau ambil ordernya atau tidak. Mereka malah happy koq driving jauh". Ada dua point di sini. "Driver kan punya consent". Menurut gw Yes dan no. Yes secara kasat mata mereka mempunyai pilihan. Tapi No karena secara design kita mem-
-bentuk behaviour mereka dengan sistem carrot dan stick kita. Kenapa gw bisa bilang seperti ini? It's more from my own experience. I have been researching about drivers incentive and earnings quite extensively in the past. Intention yang dikasih buat gw juga jelas:
-gimana caranya kita bisa memberikan ilusi akan consent dan pilihan, tapi di waktu yang sama kita (sebagai pembuat produk) bisa menggerakan users sesuai dengan keinginan kita. Contohnya seperti ini: ada satu masa dimana konsep insentif di Gojek adalah dimana di setiap orderan,
Gojek akan memberikan X rupiah ongkir. Mau jauh atau dekat maka insentifnya tetap sama. Let's say kalau ditetapkan insentifnya adalah 20rb untuk setiap order dengan maksimum 200rb, kalau di satu order seorang driver mendapat ongkr 9rb, maka Gojek akan menambah 11rb.
Kalau ongkirnya 21 rb maka Gojek ga akan kasih tambahan apa2. Apa intensi Gojek dalam membuat sistem ini? Perkiraan gw untuk menangani driver yang justru tidak suka dengan order jarak dekat. Karena itu Gojek "menggerakan" driver untuk berlomba2 mengambil order jarak pendek.
Contoh lain jika kita ingin menggerakan driver untuk berlomba2 mengambil order jarak panjang, dulu ada sistem incentive namanya Boost. Jadi untuk jarak panjang yang tidak terlalu menarik (ke Airport misalnya, driver bisa mengambil penumpang ke Airport tapi kesulitan untuk meng-
ambil penumpang balik karena tidak diperbolehkan oleh pihak bandara), maka Uber memberi incentive lebih besar untuk perjalanan2 seperti ini. Poinnya adalah, consent dan freedom itu tidak 100% dipunyai oleh pengguna produk kita.
Dan kita mempunyai tanggung jawab untuk mendesign produk kita ingin memberikan "kebebasan" ini seperti apa. Ini salah satu respond dari UX Researcher di Gojek.
4. "Kalau gitu pekerjaan lain ga manusiawi juga dong? Gimana itu pasukan oranye yang bersih2in sungai di Indonesia? Lu kenapa ga bahas mereka sekalian?". Mungkin juga pekerjaan2 itu kurang manusiawi juga.
Ini red herring sih menurut gw. Ya kalau emang lu punya kepikiran untuk topik profesi2 tersebut, ya please go ahead. Ga mungkin juga gw bahas semua profesi atau produk. I intentionally chose a topic that is close to my heart. Ya karena mgkn I worked in that industry before.
5. Yang cuman kasih comment ad hominem "Jaksel lu, coli intelektual lu, matamu, ndakik2 kamu le, privileged person". Maybe please ask yourself, what is your intention? While my intention is I want to propose an idea where we should think more about ethic and social impact of our
-products. What is your intention with your ad hominem tweet? Understanding my view more? Telling your counter argument? Gw harap intention nya jelas aja then we can talk more hopefully.
6. Kalau ada yg tertarik dengan case2 lain gimana kita bisa mendesign batas manusiawi/etis dari sebuah produk, ada dua buku yang bagus: Ruined by Design - Mike Monteiro dan Design for the real world - Victor Papanek
7. " ini ma pendapat middle class ngehe lu aja? Emang lu pernah ngobrol ama driver?" I did. If In average I interviewed 12 drivers every 2 weeks, then maybe I did talk to more 500+ drivers and spent 500+ hours time talking with them in 2 years. Di tahun 2017, bareng 3 riset dari
Vietnam, Mexico, dan Arab Saudi kita buat sebuah white paper tentang topik exploitasi drivers/ drivers earnings ini. So I can assure you I didn't just blabber without talking to the drivers.
8. "Kalau gitu banyak profesi adalah slavery dong?". Balik lagi ke point nomer 1 tadi. Notion utama gw bukanlah mau defining slavery itu seperti apa. Batasan manusiawi/ etis dari sebuah pekerjaan memang ranah masing2 pribadi. Bagi gw-
mgkn nganterin nasi bungkus satu buah sejauh 12 km itu krg manusiawi, atau toilet yang berbeda antara ART dan tamu biasa adalah krg manusiawi. Bagi lu mgkn krg manusiawi buat gw even buat order makanan yang jaraknya 200 m ("Kenapa ga jalan sendiri?").Ya gpp. Misi tercapai ketika-
topik manusiawi/ etis ini ada di meja ketika mendesign sebuah produk atau mendesign behavior usersnya. Masalah batasannya ya monggo didiskusiin masing2 di scope kerjaan masing2.
9. "Ini profesi "X" atau produk "Y" lebih ga manusiawi atau etis lagi mas". Yes sure. Ples then go ahead discuss or bring up those products or roles. Nanti kalau gw ngomongin yg lain, dibilang "lu tahu apa?". Ini aja yang beneran kerjaannya pernah di situ aja masih dimaki2. lol
10. "Bahasa kamu ndaki2 banget deh. Jaksel detected.". Lol. Maaf. Namanya nulis di IG story. Spontan dan berantakan. Tapi jika salah satu tujuan dari komunikasi adalah untuk mendapat perhatian dan respon, kayanya bahasa yang ndaki2 ini lumayan berhasil so far. Makanya sampe lu -
- bisa nemu tweet ini. I am pretty sure there have been many people discussing about this ethical aspects of a product before.
You can follow @SumitroYoel.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.