BEDANYA PENDIDIKAN INDO VS "LUAR"

Amerika tuh punya senjata rahasia yang bikin mereka punya Silicon Valley sbagai "Mekkah"nya teknologi



Nah di thread ini saya mau kasih beberapa insight yang membekas soal

Gimana orang/anak terpintar di dunia dididik https://twitter.com/AREAJULID/status/1338811342363402241
Sebenernya kalo ngomongin IPTEK ya, ga cuman soal tes masuk uni nya doang sih, tergantung input, proses/kurikulum, lalu jg ekosistem secara keseluruhan

Meanwhile kita ngerasa tertinggal, orang US pun ngerasa educationnya kacau. Buku ini misalnya ngebahas itu dengan ngacu ke PISA
PISA sendiri dianggap sebagai indikator yang cukup kualitatif dan komprehensif meski bukan tanpa cela.

Nah buku itu selain mengeksplorasi data2 dari PISA juga nginterview anak2 US yang pernah exchange ke Korea Selatan, Finlandia, dan Polandia.

Dan ngasih perbandingan2nya
Salah satu pertanyaan menarik di buku ini adalah: jika pendidikan itu adalah bagian dari kebudayaan, dapatkah kita mengubahnya? Dapatkah kita mempercepat proses perbaikannya?

Karena nggak cuman soal tes, kurikulum, tapi jg tentang gimana mindset masyarakat dalam menghargai guru,
lalu tentang apa yang orang tua lakukan bagi sekolah dan pendidikan siswa di luar sekolah, serta kebijakan2 pemerintahnya.

Lucunya, Amerika mau belajar ke Korea. Tapi Korsel sendiri juga ngerasa sistemnya terlalu berat untuk siswa dan perlu diperbaiki.

Di sana anak2 ambisnya
pada ikut bimbel namanya Hagwon. Mereka lebih semangat belajar di sana sampe digerebek aparat kalo udah kelewat malem.

Di sekolah malah capek dan ketiduran. Kompetitif banget. Dan ini kayak tipikal Asia juga sih, makanya di Singapura ada istilah kiasu https://twitter.com/inspirousyan/status/1310550929746264064?s=20
Di thread tentang Singapur barusan saya cerita juga kan gimana Lee Kwan Yew dulu ngeh banget bahwa kalo mau ngubah pendidikan harus bener2 komprehensif.

Impor profesor dari luar, sediain insentif yang bikin mereka tertarik ke SG

Indonesia sebenernya dulu juga pernah melakukan
Pas saya jadi MWA Wakil Mahasiswa ITB, saya baru tau kalo di jaman dulu (jaman profesor2 senior di ITB masih kuliah/dosen muda), ITB dapet banyak profesor dari uni top juga, makanya dulu juga cukup biasa habis lulus ITB terus ke Ivy League.

Ya LPDP skrg jg bantu itu sih ya.
Nah tapi kadang ada pertanyaan juga negara seperti Singapura yang bener2 fokus sama pengembangan IPTEK, kenapa belum ada yang meraih Nobel ya? Dengan segala kemajuan dan percepatan yg mengentaskan Singapura hingga jadi negara berkembang?

Saya pernah ada diskusi dengan prof saya
semasa S3. Beliau juga berpikir bahwa kalo soal etos kerja, soal talenta dasar, mungkin top2nya orang Asia nggak kalah ya, tapi soal kreativitas tuh kita masih kalah sama "caucasian counterpart"

Terus kan saya pernah cerita tentang prof Tegoeh ya https://twitter.com/inspirousyan/status/1309655781919215616?s=20
Karena prof Tegoeh dulu di belgia, ketiga anaknya itu lebih familiar dengan gaya eropa. Akhirnya disekolahin lah di sekolah internasional.

Di situ anaknya yg masih SD aja udah disuruh bikin makalah tentang relativitas

*Mereka trilingual (belanda, inggris, indonesia)
Poinnya bukan tentang bener atau salahnya. Tapi gimana si anak ini searching pake google, dengan konteks yang masih terbatas lalu dengan bahasanya sendiri nyeritain tentang relativitas.

Bahkan dulu waktu saya diskusi gitu, dia sampai bisa membayangkan bahwa waktu hanya ilusi
Kehidupan lebih seperti mimpi atau simulasi. Dan itu dia dapet dari googling aja, bukan dari film, bukan ngaji filsafat/agama.

Jadi memang di pendidikan yang gayanya seperti itu fokusnya bukan pada pengetahuan deklaratifnya, tapi lebih ke skill dia untuk belajar alias literasi.
Makanya tes2 semacam SAT atau

Kalau kita mau kerja juga di beberapa company besar fokusnya adalah iPAT (information processing aptitude test)

yang intinya adalah menguji seberapa kemampuan kita ngolah banyak informasi dalam waktu singkat dan dalam tekanan.

Dan ya kalau
mau meninjau gimana orang2 terpintar jadi yang paling pintar memang harus diamati di setiap stage.

Di level pendidikan tinggi misalnya, kita masih fokus ke specialized skill (skill yg praktikal) tapi kalo yang lebih bagus sebenernya ya nguatin fundamental https://twitter.com/inspirousyan/status/1323594971220303873?s=20
Karena kita hidup di jaman yang serba berubah. Hari ini belajar bahasa pemrograman X, software Y, beberapa taun lagi udah berubah

Makanya justru yang penting nguasain dasar bermatematika dan berliterasi karena nanti dituntut untuk belajar dan beradaptasi https://twitter.com/inspirousyan/status/1332983972897275907?s=20
Nah berhubung barusan bahas buku Whiplash, di situ juga dibahas nih gimana China mulai nyalip US (makanya agak2 proxy war juga sekarang ini)

Di China juga ada semacam Silicon Valley-nya, yaitu Shenzen. Di situ kita punya ide hardware, katanya sih dalam sehari langsung bs produce
Karena di sana kan awalnya main jiplak. Mereka ngembangin ekosistem untuk reverse engineering dengan cepat, dan punya segala spesialisasi. Jadinya kalo punya ide hardware, bikin prototype murah banget

Nah ini tentunya punya sifat2 yang berbeda dari ekosistem di Silicon Valley
Di sana bener2 melting pot sih. Kayak kalo pas kami ke @ycombinator isinya di sana ya orang2 yg udah experience lama di company besar Google Amazon Facebook Apple Microsoft atau dari top consulting firm/investment banking atau lulusan sekolah top dan asalnya dari beragam negara
Kami termasuk produk lokal yang ada di sana. Tapi budaya di sana itu bener2 saling bantu para entrepreneur.

Kami yang ngerasa masih cupu aja kadang harus ngajarin lulusan Harvard soal digital marketing dll

Mereka memang basisnya network dan knowledge sharing yang bikin
kreativitas jadi tumbuh subur. Karena kalo kita udah bisa berbagi ilmu2 dasarnya, kita bisa fokus ke inovasinya.

Dan di sana juga safety net untuk mengambil risiko buat bikin inovasi yang 90% bakal gagal

Kayak yg saya bahas di video tentang startup
Ya again, ini hanya cherry picking bukan helicopter view dari segala sisi dan segala stage.

Kalo kita berkaca pada PISA sendiri ya memang faktanya kita masih punya problem sistemik soal kualitas dan pemerataan pendidikan https://twitter.com/inspirousyan/status/1269051905054892034?s=20
Tapi kalau sebagai individu, saya rasa solusinya adalah meningkatkan kapasitas kita dalam skill belajar, bermatematika, dan berliterasi

Saya pernah bahas secara singkat tentang seberapa kita tertinggal di video ini.
Kalau kita belum kuasa mengubah pendidikan secara sistemik ya kita ubah diri sendiri aja dulu, biar kemampuan literasi kita setara sama orang2 selevel di negara maju.

Karena sekarang pekerja kantoran di Jakarta literasinya setara dgn lulusan SMP Denmark https://twitter.com/inspirousyan/status/1310704834840915969?s=20
Satu mindset penting untuk pengembangan kreativitas:

Kita harus menormalisasi kegagalan yang terjadi karena kita mencoba untuk inovatif.

Pahamify pun gitu, sempet ditolak sblm akhirnya jd edtech Indonesia pertama yg keterima di "Harvard-nya startup" https://twitter.com/inspirousyan/status/1326316810786926592?s=20
Oh iya tambahan, satu hal yang bener2 kerasa bedanya adalah soal keaktifan dalam belajar dan menjadi responsif/tanggap terhadap sesuatu isu/problem https://twitter.com/inspirousyan/status/1315624140728983552?s=19
You can follow @inspirousyan.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.