Tukang, atau tenaga ahli, biasanya lahir dari strata ksatria. Dari sedikit keterampilan, mereka mengumpulkam modal sedikit demi sedikit, perlahan membangun imperium.
Masuknya Eropa menurunkan 'derajat' mereka. Kerja otot dianggap tertinggal. Di kurikulum formal pun tak ada.
Masuknya Eropa menurunkan 'derajat' mereka. Kerja otot dianggap tertinggal. Di kurikulum formal pun tak ada.
Sementara kenyataannya jauh lebih sulit mencetak tukang berkualifikasi ahli ketimbang melahirkan insinyur yang ditandai selembar ijazah.
Pendekatan didiknya semi militeristik....
Pendekatan didiknya semi militeristik....
Untuk jadi tukang, dia harus mulai dari kenek selama bertahun-tahun di lapangan. Tak jarang tidur di bedeng-bedeng. Kalangan menengah sulit masuk ke sini, karena stigma sejak zaman Belanda itu. Belepotan, ngaduk semen... gengsi dong.
Pada awalnya, orientasi mereka pada kualitas. Seiring maraknya kapitalisasi di semua lini, orientasi pun berubah kepada profit. Peduli setan melanggar standar kualitas, yang penting profit.
Tentu tidak semua. Masih banyak kok yang orientasinya benar-benar pada kualitas.
Tentu tidak semua. Masih banyak kok yang orientasinya benar-benar pada kualitas.
Unggahan kemarin mengenai Mas Gondrong merupakan data otentik betapa langkanya tenaga ahli. Dan penyelesainnya tidak bisa melalui aplikasi setar ap ala 4.0. Maaf.
Jalan keluar taktis sementara: berlatihlah, minimal bisa perbaiki genteng bocor atau ngecet tembok sendiri.
Jalan keluar taktis sementara: berlatihlah, minimal bisa perbaiki genteng bocor atau ngecet tembok sendiri.
Dan mudah-mudahan pandangan kita sedikit berubah. Tidak lagi menganggap lebih rendah mereka yang bekerja menggunakan otot tapi mengusung etos kerja tinggi, ketimbang sebagian kita yang kesehariannya hidup necis ala metropolis.
Selamat sore semua. Selamat pulang ke rumah masing-masing. Hati-hati di jalan. Semoga gak nyasar.