Diskusi dengan istri pagi ini berawal dari tanya sederhana: apa yang menyebabkan Habib Rizieq begitu berpengaruh? Apa momentumnya?

Saya akhirnya menjelaskan semua ini tidak terlepas dari bagaimana pengaruh “Habib” yang terbelah dalam menyikapi Pilkada Jakarta lalu
Dlm artikel tersebut, Habib dijelaskan berperanan penting sbg mediator pengalaman spiritual khususnya dalam ziarah, zikir, salawat dan ritual berjamaah lainnya.

Habib bukanlah cendekiawan dan cenderung enggan melibatkan diri pada perdebatan/diskusi. Habib itu apolitis (harusnya)
Di Jakarta, Habib Munzir al-Musawa menunjukkan peran penting utk itu. Beliau adalah pendiri Majelis Rasulullah.

Beliau dikenal berkepribadian karismatik dan toleran. Beliau bahkan melarang penggunaan kata-kata hinaan dlm ceramah, juga menentang kekerasan dlm bentuk apa pun
Habib Munzir juga menjalin persahabatan dg mantan Duta Besar AS Scot Marciel, untuk mempromosikan toleransi.

Marciel bahkan pernah menghadiri pengajian Majelis Rasulullah di Monas.
Momentum itu kemudian muncul saat Habib Munzir (Allahuyarham) meninggal dunia pada September 2013

Kedudukannya di Majelis Rasulullah digantikan oleh adiknya Habib Nabiel al-Musawa

Selepas kepergian Habib Munzir inilah, popularitas Majelis Rasulullah menyurut
Di sisi lain, Habib Rizieq mulai menemukan panggungnya di politik nasional. Mendirikan FPI, gerakan Habib Rizieq menunjukkan kutub berbeda dg Majelis Rasulullah

FPI dikenal sbg organisasi yg penuh pro-kontra. Agenda besarnya nahi munkar termasuk dlm perang pemikiran
Di masa itu, FPI menjadi yang terdepan dalam menentang pak Basuki Tjahaja Purnama. Beberapa aksi massa kerap dilakukan terkait ini.

FPI bahkan membuat Gubernur Tandingan sebagai salah satu langkah menentang pelantikan BTP mjd orang nomor satu di Jakarta
Namun, sejatinya usaha FPI sejatinya kurang berdampak signifikan (kalau tidak mau disebut sia-sia).

Sampai akhirnya, bbrp kebijakan BTP membuat beliau dicap sbg “anti islam”. Tidak boleh qurban di sekolah. Pelarangan takbir keliling. Dan puncaknya: Monas tanpa giat agama
Intermezzo sedikit

Sejak menikah dg orang betawi, saya semakin menyadari bagaimana kegiatan ekspresi kebudayaan muslim berlangsung sepanjang tahun di Jakarta

Setengah tahun Maulid Nabi, setengah tahun Isra Miraj. Meskipun momen peringatannya sdh jauh terlewat
Bbrp hari lalu saja, di Musala dekat rumah, berlangsung kegiatan memperingati Maulid Nabi. Padahal kita tahu bhw momen Maulid itu di 29 Oktober

Poin yg ingin saya tekankan adalah ada kebudayaan yang telah mendarahdaging di kota ini dan sesuai dg kegiatan utama Majelis Rasulullah
Kembali ke cerita Habib ini

Tirto menuliskan bahwa selama beberapa tahun mendapatkan izin penyelenggaraan kegiatan di Monas, para pemimpin Majelis Rasulullah “merasa dilecehkan” usai kebijakan pelarangan majelis taklim tahunan di Monas
Bagi Majelis Rasulullah, ritual Majelis Zikir di Monas merupakan kebanggaan dan wujud dari hubungan mereka sbg Ulama dg Umarah (petinggi Negara)

Majelis taklim tahunan itu pernah dihadiri oleh Presiden SBY dan Jokowi, para politikus, pejabat TNI-Polri, serta para duta besar.
Ceramah-ceramah Majelis Rasulullah kerap mendukung narasi nasionalis seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau Nusantara.

Kadang, mereka bahkan menyanyikan lagu kebangsaan.
Selama tiga tahun (2015-2017), Majelis Rasulullah tetap melakukan peringatan akbar terkait Isra Miraj ataupun Maulid Nabi di Istiqlal.

Pesan toleransi tetap diutamakan spt th 2015: saat ada misa Natal di Katedral malam hari, peringatan Maulid akhirnya dilakukan pagi hari
Tapi, tetap saja, sentimen atas BTP sdh terbentuk di akar rumput.

Di sisi lain, lemahnya kepemimpinan Majelis Rasulullah pasca wafatnya Habib Munzir serta karakter organisasi yg cenderung apolitis membuat bnyk sayid dan habib muda kebingungan menghadapi peta politik di Jakarta
Pada titik itulah, momentum itu mencapai puncaknya.

Tirto menulis: “sebagian besar anggota Majelis Rasullah dan alumni Dar al-Mustafa menyeberang ke FPI. Bagi mereka, FPI adalah satu-satunya organisasi yang berani bertindak melawan Gubernur Ahok”
Kejadian setelahnya menjadi catatan sejarah. Api dalam sekam dari kebijakan itu dipantik dg video ucapan sang Gubernur di Kepulauan Seribu. Ledakan tak terelakkan

Demo besar berulang kali terjadi dg berbagai angka unik. Monas menjadi lautan manusia dg pakaian mayoritas putih.
Anies Baswedan sebagai lawan BTP dalam Pilkada Jakarta agaknya memanfaatkan momentum itu.

Tiga kebijakan yang saya sebut di awal akhirnya kembali diizinkan. Tahun 2018, Majelis Rasulullah kembali menggelar majelis akbar di Monas
Tapi yang mungkin sebagian dari kita tidak sadari adalah Majelis Rasulullah berusaha mengembalikan muruahnya kembali sbg wadah umat berzikir dan meningkatkan spiritualitas

Konsolidasi internal Majelis Rasulullah dilakukan dg cara membatasi narasi politik di dlm majelis taklim
Majelis Rasulullah berusaha kembali mengutamakan ritual-ritual seperti zikir dan maulid.

Habib Jindan dari Yayasan al-Fachriyah, misalnya, menghadiri perayaan maulid di Istana Kepresidenan di Bogor atas undangan Presiden Jokowi.
Dalam akhir tulisannya, Tirto menutup dengan kalimat-kalimat reflektif

“Upaya-upaya itu penting tetapi agaknya tak cukup. Sekalipun Habib Rizieq telah mengasingkan diri ke Arab Saudi, ia masih aktif berkampanye melalui media sosial... https://tirto.id/dua-jalan-para-habib-di-tengah-politik-jakarta-cBWy
.... Para pengikutnya tetap setia dan meyakini bahwa sang habib merupakan sasaran kriminalisasi yang dibuat-buat oleh rezim Jokowi ...
.... Selama tak ada figur karismatik yang muncul dari organisasi-organisasi sayid lainnya seperti Majelis Rasulullah atau al-Fachriyah, Rizieq Shihab akan tetap menjadi habib paling berpengaruh di Jakarta.”
Begitulah

Habib Rizieq akhirnya kembali ke Indonesia. Karismanya seolah tidak meredup. Wacana pro kontra atas sosoknya menjadi bahan baru bagi pihak pendukung maupun oposisi Presiden Jokowi.

Setidaknya itu yang saya amati dari media sosial ini.
Sayapun menutup diskusi kami:

“Barangkali pola yg sama kita berdua bisa lihat dari anak STM yg ikut aksi, K-Popers yg memainkan tagar kebijakan, sampai perempuan yg mengaku simpanan pejabat”

Ada mereka yg tadinya apolitis mjd punya sikap politis

Akhirul Kalam
Wallahu A’lam
Hatur Nuhun koreksinya

Punten karena saya salah mengartikan dan sekadar membahasakan ulang artikel dari link yang terdapat dalam utas 🙇🏻 https://twitter.com/FahrurRsy/status/1327295925283299330
Wah menarik....

Mungkin dengan indikator bahwa ada momentum yang diakibatkan
- api dalam sekam di masyarakat (isu rasial)
- pemicu ledakan lewat tindakan/kebijakan aparat berwenang (kematian warga kulit hitam)

Maka pola yang sama bisa dilihat dari FPI di sini. 🤔 https://twitter.com/stinglikeabees/status/1327426092689309696
Sejatinya saya hanya menuliskan ulang dan menambahkan perspektif pengalaman pribadi di utas ini

Hikmah yang didapat adalah perumusan kebijakan itu harus memperhatikan kultur masyarakat setempat 🙇🏻 https://twitter.com/wehaye19/status/1327545660896206848
Rasanya sih di sini tuh kurang “afdhol” kalau belum memperingati (merayakan) Maulid ataupun Isra Mi’raj di komunitasnya di tingkat RT/RW

Belum lagi di tiap kelompok (arisan, pengajian, organisasi, dsb) 😂 https://twitter.com/okkyirmanita/status/1327799267583426561
Menarik. Hatur nuhun tambahannya

Kalau di utas ini memang fokus pada unsur politis. Ada kebijakan yang tidak diakomodir oleh pemerintah dan itu berdampak pada delegitimaai kekuasaan🙇🏻 https://twitter.com/bismafmustofa/status/1327773259408949249
Efek domino berikutnya yang alpa saya sebut dalam utas.

Pilkada Jakarta lalu mencatat rekor angka partisipasi tertinggi. Asumsi saya, salah satunya karena mobilisasi massa cukup besar dari kelompok yg sebelumnya apolitis tadi dan mendadak muncul di balik bilik suara 😬 https://twitter.com/Putiayua/status/1328196371665481728
You can follow @RidhaIntifadha.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.