Dua tahun saya teliti awan cumulonimbus dalam animasi Jepang untuk menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Valid atau tidak, saya pikir temuan saya layak untuk dibahas.

Awan cumulonimbus dalam film The Girl Who Leapt Through Time, A thread.
Sebelumnya saya sudah pernah bahas kajian pustaka dan latar belakang penelitian saya di thread terlampir. Awan diabaikan di beberapa kebudayaan, diinterpretasikan dan digunakan dalam media visual di budaya lainnya. https://twitter.com/bajrul/status/1244593539440246785
Sebetulnya tesis saya fokus pada background art, ilustrasi latar belakang yang digunakan pada animasi. Ada beberapa kandidat film yang akan diteliti, salah satunya Ponyo on The Cliff by The Sea. Tapi saya stuck ke salah satu animator yg dulu sempat mau garap Howl, Mamoru Hosoda.
Dari berbagai tema cerita yang diangkat Hosoda dalam film, saya tertarik pada objek yang digunakan di dalam background art-nya, awan. Hosoda menggunakan banyak awan di dalam filmnya; tema musim panas memang jadi andalan Hosoda. Ini poster promo Mirai (2018).
Mungkin karena ketertarikan saya dengan awan, saya langsung stuck pada film-film-nya karena awan selalu muncul bahkan di poster. Entah orang lain sadar atau tidak, tapi yang menjadi fokus saya melihat poster-posternya hanya awan.
Awan itu selalu muncul di langit, setiap hari. Keindahan sehari-hari yang bisa kita nikmati dengan mudah dan murah. Ada tanggapan dari thread sebelumnya yang menarik berdasarkan hal tersebut; karena muncul tiap hari, awan itu jadi membosankan (Tekkonkinkreet, 2005).
Tapi untuk saya pribadi, mmm saya gila apa ya hahahaha saya benci langit gelap dan hujan. Sehingga sebaliknya, saya penuh energi ketika melihat langit biru, cerah, dan rentetan cumulus dan cumulonimbus muncul di langit. Handphone cuma penuh sama foto awan. Ini lebaran kemarin.
Saking senengnya sama awan, saya ceritain berbagai hal mengenai awan hampir ke ... semua orang. Salah satu dosen DKV di kampus S2 saya sampai manggil saya si awan, sisanya udah muak saya ngomongin awan. Ini dari analog Februari lalu.
Lalu bagaimana signifikansinya awan cumulonimbus terhadap Mamoru Hosoda sebagai animator? Kenapa dia seneng banget sama cumulonimbus sampe digunakan di karya-karyanya dan media lainnya? Ini website Studio Chizu, studio yang Hosoda prakarsai.
Awan cumulonimbus di dalam musim panas di Jepang merupakan salah satu fitur penting. Konon katanya musim panas di Jepang 'seindah' itu dengan kehadiran awan cumulonimbus. Jika teman-teman search 'nyudogumo' di internet, akan muncul artikel2 dan foto2 cumulonimbus di Jepang.
Hosoda memaparkan dalam salah satu wawancara di NHK bahwa awan cumulonimbus itu merepresentasikan "People" yang "grow at summer". Saya coba cari relasi jawaban Hosoda tersebut di internet dengan pertumbuhan manusia. Ya.. ada hubungannya ternyata.
Namun dalam relasinya dengan film, 'growth' yang disebutkan merupakan simbol yang mewakilkan 'sesuatu' dengan karakter utama dalam film, dalam konteks film The Girl Who Leapt Through Time, relasi yang terjadi adalah antara Makoto dengan awan cumulonnimbus.
Awan cumulonimbus muncul kurang lebih 45 kali di dalam film, mungkin nyampur sama cumulus congestus. Ini beberapa screenshot-nya. Scene awal, pertengahan, sampai scene akhir. Yang terakhir paling gede.
Jadi tugas saya di penelitian yang pertama adalah memaparkan relasi 'growth' awan cumulonimbus dengan Makoto sebagai karakter utama dan bagaimana 'growth' tersebut disampaikan. Pertama-tama kategorikan dulu scene yang menampilkan awan cumulonimbus tersebut.
'Growth' yang disebutkan oleh Hosoda mengerucut pada satu konteks dalam cerita; kematangan karakter utama. Singkat kata, karakter utama yang telah melewati berbagai konflik, memperoleh pengalaman dan mendapatkan konklusi disebutkan mendapatkan 'kematangan' tersebut.
Awan juga bertumbuh, cumulonimbus merupakan gumpalan awan hujan besar yang tumbuh dari awan cumulus congestus yang relatif lebih kecil.
Logikanya, jika keduanya bertumbuh, karakter utama yang hadir dengan cumulonimbus dalam satu adegan bisa saya deskripsikan perubahannya. Sehingga saya membuat komparasi tiap adegan yang menampilkan cumulonimbus dengan Makoto dalam berbagai kondisi cerita.
Saya menemukan bahwa, dari awal cerita sampai akhir, semakin dewasa karakter utama, awan cumulonimbus yang mengiringinya juga ikut bertambah besar.
Ini adalah adegan dengan cumulonimbus yang paling besar di antara cumulonimbus lainnya, di tempatkan di fase akhir cerita, ketika Makoto telah melewati berbagai konflik dan mulai membuat konklusi dari konflik-konflik tersebut. Ini gambar disatuin dari 2 frame, awannya gede banget
Awan cumulonimbus nemenin Makoto dari mulai pake kekuatan time leapt..
Nangis karena kekuatannya abis dan gagal menyelamatkan temen-temennya..
Nemenin pas bangkit lagi dapet kesempatan terakhir..
Dan tetep nemenin ketika Makoto berhasil melewati berbagai rintangan.
Oke pertanyaan pertama kejawab. Namun masih ada lagi satu pertanyaan dalam penelitian saya juga saya teliti, apa makna dan wacana yang terkandung dalam awan cumulonimbus di film animasi Jepang secara keseluruhan?
Nisbett dalam bukunya Geography of Thought memaparkan bahwa orang Jepang cenderung melihat satu gambar secara keseluruhan (foreground dan background), sementara orang Amerika, melihat foreground sebagai objek utama.
Sehingga, sebagai contoh Hosoda menggunakan awan cumulonimbus bukan tanpa alasan. Selain menjadi simbol kematangan karakter utamanya, terdapat wacana tertentu yang hadir dari objek 'background' yang untuk sebagian besar dari kita menganggap itu membosankan.
Jika kita lihat di anime-anime, background art merupakan elemen khusus yang bahkan memiliki divisi sampai studio sendiri dalam penggarapannya. Sehingga background art dalam animasi Jepang memiliki misi dan makna tertentu dalam kehadirannya.
Awan dalam budaya visual ditempakan sebagai singgasana dewa sampai dijadikan instrumen peperangan oleh Hitler, sampai simbol imaji fantasi oleh studio-studio di Hollywood. Lalu bagaimana dengan Jepang?
Dari The Girl Who Leapt Through Time saya coba mencari relasi makna-makna tertentu dilihat dari bagaimana awan tersebut disampaikan dalam adegan. Saya menemukan beberapa kecenderungan bagaimana awan cumulonimbus ditampilkan.
Yang pertama adegan transisi. Adegan ini biasa disebut sebagai pillow shot, adegan yang menampilkan lingkungan sekitar; alam, tumbuhan, bangunan, atau objek lainnya. Awan disini memiliki fungsi pertama sebagai estetis.
Namun, awan yang menjadi fokus utama tersebut tidak serta merta hanya memiliki satu fungsi; awan cumulonimbus merupakan simbol musim panas di Jepang; sekaligus merepresentasikan awan yang juga sebagai objek alam di dalam animasi merupakan identitas kebudayaan Jepang.
Awan yang setiap hari ada, kadang lupa, kadang bosen, kalau muncul di gambar pasti di belakang, jadi simbol kebudayaan sebuah negara? Orang Jepang kenapa sih.
Yang kedua, awan ketika muncul di dalam sebuah percakapan antara aktor. Awan muncul sebagai estetis dan juga sebagai simbol musim panas.
Terdapat romantisisme yang hadir di dalam awan yang muncul pada adegan-adegan ini; relasi manusia dengan alam dan nilai-nilai spiritual; semenjak awan banyak dihadirkan secara sengaja dalam adegan.
Awan yang menjadi objek untuk romantisme menggambarkan hal-hal indah dan hubungan manusia dengan Tuhan. Lukisan-lukisan awan zaman pergerakan oleh John Constable menyuarakan romantisme tersebut.
Tapi yang paling menarik adalah yang terakhir, awan yang dipandangi langsung oleh karakter utama.
Dari teori Biophilic Design, ketika manusia melihat objek alam yang bergerak secara stochastic, terjadi restorasi kondisi psikologis; something special, something fresh, interesting, stimulating and energizing. Salah satunya adalah gerakan awan.
Sehingga memandangi awan juga merupakan bentuk kontemplasi, dalam konteks animasi, awan yang dipandangi oleh karakter selalu muncul pada saat-saat karakter dihadapkan pada situasi-situasi psikologis tertentu. Ini Hikaru pas Sai udah ga bisa balik lagi.
Panjang pisan ini thread...... Aku harus bobo dulu teman-teman. Kita lanjut setelah bobo berikut ini.
Kita mulai kembali thread dengan cumulonimbus dari anime mancing Tsuritama dan anime balap sepeda, Yowamushi Pedal.
Tesis Pak Hafiz juga membahas elemen kebudayaan dalam animasi di Asia khususnya Korea dan Jepang. Menampilkan alam dalam background merupakan relasi manusia dengan alam yang menjadi identitas kebudayaan masing-masing negara. Ini dari My Beautiful Girl, Mari (2002).
Ada beberapa peneliti yang fokus menganalisis dan menulis mengenai visual culture di Jepang. Macwilliams misalnya, atau Cavallaro yang bang banyak membahas mengenai Ghibli dan Miyazaki. Jepang punya kecenderungan menggabungkan kekayaan literaturnya ke dalam visual.
Pak Hafiz memaparkan dalam tesisnya bahwa menampilkan unsur alam dalam animasi juga merepresentasikan elegiac mode/mournful mode, sampai pada melankoli dan kontemplasi. Ini cumulonimbus di Run With The Wind. Track Team Kansei University yang menikmati awan cumulonimbus.
Dalam konteks satu kategori adegan dimana karakter memandangi awan cumulonimbus tersebut, terdapat momen kontemplasi yang bisa berelasi dengan pengalaman yang karakter dapatkan, atau bentuk spiritual apapun yang berhubungan dengan diri dan alam.
Mungkin secara tidak sadar, kita seringkali tertegun melihat keindahan awan, berkontemplasi dan coba berkomunikasi secara tidak langsung dengan diri sendiri, atau pada entitas besar di langit yang merepresentasikan kekuasaan; bahwa ketidaktahuan terhadap kehidupan begitu besar.
Awan sejak jaman renaissance memang dijadikan singgasana dewa, unsur besar di langit yang memiliki posisi 'khusus'; dia dapat menjadi manifestasi kebesaran Tuhan; posisinya di atas langit dan kita di bawah sebagai entitas yang hanya bisa menginterpretasikan keberadaannya.
Manifestasi ketuhanan dalam awan dibahas oleh Pinney dalam Cloudspotter Guide, dan bentuk spiritualitas oleh Leslie dalam Cloud Animation. Tetapi di Jepang, terdapat bentuk interpretasi tambahan yang membuat objek alam sebagai unsur penting untuk berkontemplasi.
Macwilliams menemukan bahwa sakura yang gugur merupakan representasi kehidupan yang fana, pun Juniper dalam konteks wabi sabi menemukan kecenderungan yang sama; masyarakat Jepang menikmati kefanaan.
Menurut Juniper, cherry blossom viewing merupakan bentuk selebrasi kefanaan; waktu yang berlalu seiring dengan unsur alam yang bergerak; bunga sakura yang jatuh, dinikmati dalam kontemplasi.
Dalam The Girl Who Leapt Through Time, momen kontemplasi memandangi unsur alam yang bergerak juga diperlihatkan; waktu yang tidak bisa Makoto ulang kembali di adegan akhir, berlalu seiring awan cumulonimbus yang bertambah besar.
Dari keseluruhan temuan, sebuah konklusi didapatkan; awan yang merupakan representasi musim panas, romantisisme, objek yang digunakan untuk kontemplasi dan harapan adalah sebuah medium refleksi.
Awan merupakan medium untuk berefleksi dalam konteks spiritual, antara kita dan Tuhan; Tuhan bermanifestasi dalam representasi awan cumulonimbus; Kita berkontemplasi sambil memandanginya, bentuk romantisme yang berhubungan dengan diri sendiri.
Bahkan secara tidak langsung, Hosoda sebagai sutradara sudah membuat sebuah wacana dimana Makoto sebagai aktor adalah representasi dirinya sendiri; pengalaman Hosoda terhadap musim panas dan awan cumulonimbus yang sengaja dia tampilkan dalam film-filmnya.
Keseluruhan temuan dirangkum dalam sebuah skema berikut. Ini merupakan temuan penelitian yang juga disetujui oleh pembimbing; dengan berbagai kemungkinan perbaikan ataupun koreksi bagi peneliti lain di masa mendatang.
Dan selanjutnya saya berpikir ini thread sudah kelewat panjang sekali; dari penelitian saya, diharapkan muncul peneliti lain yang menganalisis background dalam animasi khususnya di Indonesia secara lebih mendalam.
Atau bagi animator untuk memanfaatkan background sebagai medium untuk menyampaikan identitas kebudayaan; menghindari menggambarnya hanya sebagai 'panggung' yang berfungsi sebagai estetis.
Tetapi bukan tidak mungkin awan cumulonimbus yang tidak memungkinkan selalu muncul di musim kemarau Indonesia digunakan di animasi Indonesia; saya harap ini merupakan titik dimana background menjadi salah satu prioritas untuk menyampaikan pesan kebudayaan.
Sepertinya sudah cukup ya ini kepanjangan banget. Banyak sekali part yang tidak tersampaikan di penelitian saya dalam thread ini, tapi semoga bisa menjawab rasa penasaran bagi teman-teman yang menyukai kehadiran awan ataupun animasi.
Penelitian ini saya share ke public; untuk menjadi bagian studi literatur ataupun salah salah satu rujukan untuk mengoptimalkan fungsi background art dalam menciptakan animasi di Indonesia. Semua respon sangat terbuka baik dalam konteks akademis maupun non formal.
Silahkan digunakan dengan mengikuti ketentuan yang tertera dalam penulisan; silahkan download jika diperlukan sebagai bahan rujukan penelitian yang sifatnya rada wibu wibu nanggung seperti penelitian saya. https://drive.google.com/file/d/189CgaO-Y54Nh013l1Sx093-7140hrxFo/view?usp=sharing
Terima kasih banyak bagi teman-teman yang sudah mengapresiasi, semoga penelitian ini dapat bermanfaat sedikitnya untuk menambah pengetahuan, menjawab rasa penasaran mengenai awan, atau bacaan ringan di linimasa twitter Anda.
Closing-nya saya mau promosi juga boleh ya. Saya freelance illustrator yang suka gambar background art juga. Silahkan mampir-mampir kak, barangkali suatu hari butuh~ https://twitter.com/bajrul/status/1307224258037260295
You can follow @bajrul.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.