MENEPIS MENDUNG MENGUSAP EMBUN
.
.
.
.

Bila anda adalah orang yang sangat kaya, anggap saja sudah sangat sukses dalam busnis, trus tiba-tiba datang seseorang
yang tak anda kenal bagaimana kredibilitasnya, trus dengan entengnya orang tersebut bilang "mau gak anda saya bikin kaya?", apa yang anda pikirkan?
.
.
.
Mungkin itu adalah gambaran paling mudah membuat ilustrasi bagaimana sejarah bercerita saat Rasululloh berkirim surat kepada Raja Persia dan juga kepada Kaisar Romawi dan keduanya menolak ajakan Rasululloh.
Mereka merasa tak harus menanggapi ajakan tersebut karena secara logis melalui pikiran mereka, mereka merasa sudah jauh lebih maju dibandingkan dengan bangsa Arab saat itu yang dianggap masih tak beradab dan hanya dikenal sebagai bangsa pengelana padang pasir belaka.
Demikian pula gambaran tentang rakyat dari bangsa Nusantara, rakyat Nusantara sejak abad 7 telah menjadi tujuan syi'ar Islam namun hingga 800 tahun kemudian, Islam masih belum banyak memberi pengaruh pada iman mereka, hingga Wali Songo hadir.
Tak ada catatan Rasululloh pernah berkirim surat pada penguasa Indonesia saat itu, namun para pedagang Barat yakni Arab dan Persia sudah tercatat hadir sejak tahun 670 dan mereka tercata dalam sejarah adalah penyebar agama Islam.
"Sok tahu...!! Dari mana ada cerita Indonesia sudah maju saat itu, apalagi disandingkan dengan bangsa Persia dan Romawi? Ngigau kamu...!!"
Sebuah catatan dari China, bahwa ditahun 270 seorang pejabat bea cukai Guangzhou bernama Wan Shen pernah menuliskan dalam buku catatan tentang sebuah kapal yg masuk ke pelabuhan itu dengan ukuran tiga kali lipat lebih besar daripada kapal-kapal yang pernah dibuat China saat itu.
Tercatat pula, kapal itu berpenumpang 700 orang dan mampu mengangkut barang dagangan dengan tonase hingga mencapai beban 10.000 ton. Dan kapal tersebut berasal dari selatan, atau Indonesia saat ini.
Bisa dibayangkan betapa majunya masyarakat kita saat itu sehingga pada abad 3 kita telah mampu memiliki atau telah mampu membangun kapal sebesar itu.
Bisa dibayangkan kenapa masyarakat kita saat itu memiliki alasan menolak pengaruh ajaran yang dibawa para pedagang dari barat tersebut bahkan hingga 800 tahun kemudian.
Ya..., karena kita memang sudah sangat maju.

Ingat Kalingga dengan ratunya bernama Sima?
Pada tahun 648, kerajaan tersebut bahkan telah memiliki KUHP dengan 119 pasal aturan hidup bermasyarakat dan bernegara.

Kitab bernama Kalingga Dharma Sastra ini adalah tentang aturan hukum pidana maupun perdata yang disusun oleh raja Karteya Singa dan istrinya Ratu Sima.
"Ahh..,yang bener??"
Catatan sejarah dari Dinasti Tang yang ditulis pada tahun 670 mengatakan, di Indonesia saat itu sudah hadir pedagang dari timur tengah dan menyebarkan agama Islam.
Tercatat pula bahwa penduduk yang beragama Islam adalah para pedagang dari China dan pedagang dari timur tengah, sementara penduduk lokal tidak.
600 tahun kemudian, seorang bernama Marcopolo dalam perjalanan pulang dari China, dia mampir ke Indonesia pada tahun 1292 dan dia mencatat bahwa tiga kelompok masyarakat yang dia jumpai adalah China, pedagang timur tengah dan penduduk pribumi.
Semua orang China beragama islam demikian pula pedagang timur tengah, namun penduduk pribumi dianggap menyembah batu atau bangunan dalam bentuk candi.

Kurang lebih 100 tahun kemudian, yakni pada tahun 1405 panglima Cheng Ho pun mencatat hal yang sama.
Di Tuban ada seribu orang China yang tinggal disana dan beragama islam. Di Gresik ada seribu orang China, mereka semuanya beragama Islam. Demikian pula di Surabaya, juga demikian.
Bahkan ketika kunjungan keduanyapun ditahun 1433 dimana dia membawa juru tulis bernama Mahwan yang adalah seorang haji, juga mencatat hal yang sama.
Kali ini dia berkunjung disepanjang pantai utara, disana mereka yang beragama Islam adalah orang- orang China dan pedagang dari timur tengah dan penduduk lokal, tercatat sebagai kafir.
Selama hampir 800 tahun Islam sudah hadir, masyarakat asli atau pribumi tidak memeluk agama tersebut. Hanya pendatang atau orang asing saja.
"Koq bisa?"
Hukum Kalingga Dharma Sastra ternyata telah mendarah daging dalam konsep kehidupan bermasyarakat saat itu hingga ratusan tahun kemudian.
Penyebar agama Islam, mereka adalah para pedagang dari timur tengah.
Sementara, pedagang dalam status kasta adalah kaum atau kelompok sudra dan itu diatur secara tegas pada kitab hukum Kalingga Dharma Satra.
Mungkinkah seorang sudra memberi pengaruh kebaikan pada kasta diatasnya, jelas sesuatu yang sangat sulit diterima.
Letak kehormatan seseoran terletak pada kastanya, dan kasta adalah tentang bagaimana akhlak yang melekat. Bukan tentang berapa harta dimiliki, namun moralitas dan kehormatan seseorang yang dilihat dari perilakunya.
Semakin berharta, semakin dia terikat dengan keduniawian. Maka seorang pedagang yang sekaligus adalah juga seorang penyebar agama tentu bertolak belakang dengan konsep dari nilai hidup masyarakat saat itu.
Membawa dan menyiarkan kebaikan dengan cara tidak tepat telah membuat kebaikan yang disiarkannya menjadi sia-sia. Para pedagang sebagai kaum yang terikat dengan keduniawian yakni memgambil selisih untung dari dagangannya adalah tentang status sudra yang melekat.
Sudra tak layak berbicara tentang agama.
800 tahun adalah buktinya. Disana, waktu sepanjang itu, waktu yang telah diberikan Islam ternyata tak memberi pengaruh apapun kepada masyarakat lokal.
"Masa sih?"
Dulu, ukuran kehormatan adalah tentang berapa besar kebaikan yang dimiliki oleh seseorang. Bukan harta, bukan pula kekuasaan. Dia yang berkuasa adalah tentang siapa yang mampu melayani, bukan memerintah apalagi menumpuk kekayaan.
Ksatria, kasta kedua dalam urutan pembagian status saat itu adalah tentang Raja, para hakim, Patih dan pamong praja.
Raja adalah kepala negara. Dia membawahi hakim dan jaksa. Patih adalah siapa yang menjalankan pemerintahan.
Dalam demokrasi yang kita yakini saat ini, Patih adalah eksekutif.
Raja menerima keluhan dan laporan dari rakyat secara langsung. Semakin banyak laporan negatif dari rakyat kepada eksekutif, semakin besar kemungkinan pejabat pemerintah itu dicopot oleh Raja.
Uniknya, pejabat negara yang dicopot, dapat dipastikan akan turun kastanya menjadi Waisya, yakni golongan petani. Dia dianggap tak pantas menyandang kasta Ksatria karena tak mampu menjaga moralnya.
Dia turun pangkat dan disatukan dengan kelas yang sepadan dengan kelas moralnya.
"Maksudnya Ksatria tak boleh memilki harta gitu?"
Kasta adalah tentang kadar keluhuran jiwa. Dia dijauhkan dari sifat "ingin dan milik" sebagai ukurannya.
Semakin dia terikat dengan keduniawian, semakin jauh dia dari hakikat kebaikan.
Seorang Ksatria dipastikan tak memiliki harta pribadi, seluruh kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh negara. Semua yang menempel pada dirinya adalah milik negara.
Dia tidak akan berkekurangan, dan disanalah hakekat bersih harus melekat padanya.
Kehormatan seorang Ksatria adalah tentang perilakunya. Begitu korupsi dilakukan, dipastikan dia akan turun kelas. Dipastikan dia telah terjangkit sifat yang jauh dari ideal bagi kelas itu.
Dipastikan dia adalah seseorang yang sudah terikat dengan keduniawian.
Dia harus diturunkan menjadi kelas Waisya, kelas untuk kaum petani yang harus bekerja karena kodrat.
"Benarkah tak ada pribumi yang menjadi pelayan pada jaman itu?"
Kepercayaan bahwa pribumi adalah pemilik, maka kasta terendah tak mungkin melekat pada kaum pribumi.
Dalam prasasti Wurudu Kidul, disana disebutkan adanya kasta Kilaran, sebuah kelas terendah yakni pelayan. Negara tidak pernah menempatkan rakyatnya masuk dalam kelas ini.
Kilaran adalah kelas untuk orang asing yang datang dan ingin bekerja. Disana, hanya ada pendatang. Tak ada pribumi masuk dalam kasta ini.
Jaman dahulu negara demikian menghormati rakyatnya sendiri. Menempatkan dan memberi kelas lebih tinggi pada pribuminya.
"Trus bagaimana critanya Islam menjadi agama mayoritas?"
Sekitar tahun 1440 Sunan Ampel bersama rombongan datang dari Vietnam. Bukan sebagai pedagang, beliau datang sebagai kelas Brahmana, kelas pemuka agama.
Kasta tertinggi dalam kelas atau strata kemasyarakatan inilah yang diperkirakan sebagai jalur masuk sempurna. Dia mudah diterima karena bila moralitas sebagai ukuran, kasta Brahmana tak mungkin diragukan oleh siapapun.
Namun bagaimana itu bisa terjadi, sejarah sedang diperdebatkan.
Inkulturasi sebagai proses telah dijalankan oleh wali songo dan disana masyarakat Nusantara telah menerimanya.
Proses akulturasi berjalan dan wajah Indonesia dengan budayanya yang luhur tak hilang karena agama ini, jadilah Islam Nusantara.
"Sehebat itukah Indonesia di masa lalu?"
Hari ini sejarah tentang bagaiman peran Wali Songo dalam proses membumikan Islam di Indonesia pada masa lalu sedang digugat. Dianggap mitos dan tak pernah ada oleh segelintir orang tak mau mengerti dan belajar sejarah.
Mereka ingin jejak itu hilang. Mereka ingin Indonesia menjadi negara tak kenal dengan sejarahnya sendiri. Mereka ingin mencabut akar yang baik itu.
Kini segelintir pendatang yang dahulu adalah orang dengan kelas rendahan, kaum Sudra bahkan Kilaran sedang membajak kebenaran kita dengan kebanggaan darah asing yang mengalir dalam dirinya dan merasa istimewa.
Kaum kilaran itu kini merasa sebagai kasta Brahmana. Mereka memaknai darah yang mengalir dalam tubuhnya adalah ras unggul, ras pilihan Tuhan yang melahirkan nabi.
Ya...,atas takdir itu kini mereka merasa sah untuk mengambil alih apa yang dulu menjadi milik kita.
Mereka ingin menjadi tuan, mereka ingin menjadi satu-satunya kelompok Brahmana sebagai kelas tertinggi.
Mereka ingin kaumnya menjadi sumber kebenaran sebagai wujud "entitas benar" atas kelas Brahmana yang kini dianggap telah melekat pada dirinya.
Paling tidak, mereka kini sedang merasa diatas angin karena sebagian dari kita "benar" telah takluk dan menyembahnya, bahkan rela berbaris dan antri untuk mencium kakinya demi hormat yang tak dimengertinya.
Apakah dulu kita benar hebat, bukan itu yang harus menjadi pertanyaan, namun akankah hari ini kita akan bertindak hebat, itu adalah tugas kita bersama sebagai sang pewaris darah hebat Nusantara.
.
.
.
*Tulisan ini terinspirasi buku "Atlas Walisongo" tulisan Agus Sunyoto

Semoga bermanfaat.

~ Magelang, 18/6/2020 ~
You can follow @.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.