FOOD FRAUD (Pt.1)

Kemajuan teknologi pangan memberikan dampak yang besar bagi peradaban manusia. Gaya hidup masyarakat urban soal pangan sudah bergeser menjadi serba instan dan serba praktis. Namun, apakah kalian sudah mengetahui sisi negatif dari kemajuan dan perubahan ini?
Thread ini dibuat mengedepankan sudut pandang konsumen, tidak bertujuan untuk menakut-nakuti melainkan untuk menyebarkan awareness, sebagai pemantik kecil agar konsumen mulai vokal untuk menuntut haknya, ...
... serta datang dari pengetahuan saya yang masih sangat sedikit dari pengalaman bekerja di sektor litbang teknologi pangan. Kritik dan saran akan sangat diapresiasi
Menurut kesimpulan pribadi saya, aplikasi Food Science/Tech. bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, nilai gizi, umur simpan, serta pertimbangan-pertimbangan ekonomis lain dalam proses produksi, distribusi, serta penyimpanan produk pangan
Namun dalam praktiknya, pengetahuan ini juga dimanfaatkan sebagai sarana mencari profit pada industri pangan baik industri kecil sampai raksasa. Tarik-ulur antara profit dan kualitas lah yang kemudian menjadi sebab awal terjadinya Food Fraud
Food Fraud atau penipuan (dalam produk) pangan merupakan bentuk kecurangan baik langsung ataupun tidak langsung yang terjadi dalam berbagai aspek. Silahkan cermati gambar berikut:
Poin-poin di atas kebanyakan bahkan sangat sulit untuk diidentifikasi dari sekedar memperhatikan label yang tertera pada kemasan produknya. Bahkan konsumen yang memiliki latar belakang pendidikan Food Science/Tech sekalipun belum tentu mampu mengidentifikasi dan menghindarinya
Hal ini dikarenakan label bisa saja dipalsukan atau disamarkan, komposisi formula dapat dimanipulasi, belum lagi beberapa hal yang hanya dibuktikan lebih lanjut melalui analisis di dalam laboratorium. Jadi Food Fraud tidak hanya disebabkan oleh perilaku konsumen
Kita ambil contoh produk susu yang dulu sempat ramai mengandung Melamine. Melamine ternyata ditambahkan produsen agar kandungan protein dalam produk susunya terkesan tinggi ketika diuji di laboratorium
Dalam analisis protein, yang diukur adalah atom Nitrogen organik-nya bukan Protein-nya secara langsung. Nah Melamine ini juga punya atom Nitrogen organik yang mana nantinya bakal terhitung sebagai protein ketika diuji di laboratorium padahal berbahaya bagi tubuh. Jahat kan?
Belakangan ini juga sedang ramai produk Saffron yang diklaim berkhasiat ini-itu. Sampai saking tingginya permintaan pasar, banyak produsen nakal yang memalsukan produk Saffron dengan putik bunga lainnya yang direndam dalam Tatrazine (pewarna jingga)
Produk lada putih bubuk yang sering kalian temui di warkop-warkop langganan kalian temen makan mie instan juga banyak yang Fraud. Tulisannya sih lada putih murni, tapi setelah dicek ladanya sedikit dan dioplos Gypsum atau semen putih. Makanya harganya murah dan rasanya gak strong
Kalian juga pasti familiar lah ya sama acara investigasi dari program berita beberapa stasiun televisi yang sempat populer membongkar praktik curang dalam industri pangan yang lebih kecil? Jangan kira cuma industri kecil aja yang curang kaya gini, yang gede juga ada kok... hehehe
Di program tersebut, banyak terungkap produk pangan yg diproduksi dengan menggunakan bahan berbahaya demi menurunkan cost produksi, diantaranya:

Saus yang menggunakan pepaya busuk dan pewarna Ponceau 4R (tekstil)
Bakso dengan formalin dan borax
Olahan ayam dari ayam tiren
dsb
Ada jg produk-produk yg mencantumkan label palsu. Misal, label Halal MUI padahal belum tersertifikasi samasekali. Label organik, padahal produk biasa yg dipack ulang. Non-GMO padahal menggunakan bahan baku yang berasal dari tanaman hasil modifikasi genetik

dan masih banyak lagi
Kelima contoh di atas merupakan contoh dari Direct Food Fraud yang mana memang penipuannya diintensikan secara langsung oleh produsen. Tapi jangan salah, ada juga yang namanya Indirect Food Fraud atau penipuan yang sebenarnya tidak diintensikan secara langsung oleh produsen
Indirect Food Fraud menurut pengamatanku umumnya terjadi karena ada:
1. Celah hukum/standar pangan
2. Keawaman dan perilaku konsumen
3. Trend
4. Efek psikologis yang ditimbulkan produk sehingga mempengaruhi konsumen dalam menjustifikasi kualitasnya
CELAH HUKUM / STANDAR PANGAN

Kalian pasti familiar sama SNI kan ya? Nah SNI juga merupakan salah satu standar produk pangan yang digunakan di Indonesia. Secara garis besar SNI mengatur takaran komposisi bahan baku dan syarat nilai gizi untuk tiap-tiap produk, begini contohnya:
Masih banyak produsen menggunakan takaran terendah dari tiap-tiap syarat yang dituliskan di SNI untuk menekan cost agar produknya tetap sesuai standar SNI. Terutama untuk bahan baku yang costnya paling mahal. Hal ini yang kemudian mengakibatkan kualitas produknya jadi rendah
Untuk mengatasi ini, produsen memutar otak agar produknya dapat terkesan berkualitas lebih. Produsen menggunakan bahan tambahan pangan yang kebanyakan tidak memiliki nilai gizi samasekali, melainkan hanya sebagai senyawaan yang berguna memperbaiki kualitas produk pangan
Misal sebuah produk ada kandungan susu di dalamnya. Karena produsen menggunakan bahan baku susu dengan takaran terendah yang disyaratkan SNI, otomatis rasa produknya akan kurang milky kan ya?
Nah, untuk mengatasinya ditambahkanlah flavor susu atau non-dairy creamer agar rasa produknya lebih milky dan creamy sehingga mengesankan konsumen bahwa produknya mengandung banyak susu
Ditambahkan juga pengental seperti Xanthan Gum, CMC, dsb

Selain sebagai koreksi tekstur, pengental juga tak jarang digunakan agar konsumen mengesankan bahwa produk tersebut "nutritionally dense". Mudahnya, yoghurt yang kental akan lebih kalian pilih dibanding yg encer, kan?
KEAWAMAN DAN PERILAKU KONSUMEN

Masih banyak dari kita yang nggak pernah memperhatikan label komposisi dan nutritional fact pada kemasan produk yang kita beli. Belum lagi, saya yakin gak banyak yang ngerti cara baca %AKG

Ini juga secara nggak langsung bikin kita "tertipu" lho
Kita "tertipu" karena sering kali lebih memperhatikan iklan dan imej produk dibanding label produknya langsung. Soalnya banyak iklan yang menggiring kesan, ambigu, ataupun bahkan benar-benar menipu publik secara terang-terangan
Nah, makanya mulailah teliti membaca label-label pada produk pangan kemasan, gais!! Karna inilah satu-satunya langkah konkret yang bisa kita lakukan sebagai konsumen yang awam
Untuk contoh kasusnya, ada sebuah produk yang di iklannya bilang bahwa produk minumannya mengandung buah asli. Padahal kalo kita tengok label komposisinya, kandungannya cuma sekian persen aja.
Atau malah cuma pakai Juice Powder (dari buah asli) dan ditambah Artificial Fruit Flavor

Iklannya sih ga salah ketika bilang "mengandung buah asli" tapi kan ambigu. Makanya banyak dari kita yang jadi ngiranya dibuat dari buah segar beneran
Ada juga yang mengiklankan produknya sebagai “Keju”. Padahal sebenarnya itu “Keju Olahan” yakni secuil Keju asli yang dicampur berbagai macam bahan seperti lemak, pati, perisa keju, pewarna, dan Bahan Tambahan Pangan lainnya sampai terbentuklah “Keju Olahan”.
Ada juga minuman instan yang selama ini kita ngiranya Susu Berperisa Cokelat (komposisi utamanya susu)

Padahal kalau kita teliti lagi di labelnya sendiri tertulis “Produk Minuman Mengandung Susu dan Cokelat” (susu cuma komposisi tambahan aja)
Produsennya gak nipu, tapi kita tetep ngerasa tertipu karna kita sendiri kurang teliti baca label produk dan kebawa imej produk yang terlanjur beredar luas di masyarakat
Nah untuk mencegah kita kecolongan sama yg macam ini, balik lagi kita mesti jeli baca label-label yang ada di kemasan. Selain komposisi dan kandungan gizi, kita juga mesti jeli liat deskripsi produknya. Biasanya deskripsi produk ditulis di sekitar merk produknya
Contoh: Tarohlah ada sebuah produk bermerk “Keju ABCD”. Kalian mesti liat tulisan “Keju ABCD” terpampang paling gede secara proporsional di kemasannya kan ya? Coba cari tulisan yang lebih kecil (bahkan kadang kecil bgt sampe ga kebaca) di sekitaran tulisan nama merk tersebut deh
Kalau memang produk itu merupakan keju asli, mesti tulisan deskripsi produknya ya “Keju Cheddar Asli” atau sejenisnya

Gak bakalan tertulis “Produk Olahan Keju Cheddar” atau sejenisnya
yang jadi masalah, padahal udah jelas-jelas ditulis "Produk Olahan Keju Cheddar" di kemasannya. Tapi karena imej produknya udah keburu ketanem di otak kita sebagai "Keju Cheddar Asli", kita jadi males buat ngecek secara teliti
Nah hal itu yang sering bgt kita lewatin. Liatnya nama merknya doang, nggak liat deskripsi produknya. Dikombo sama kesan yang ditampilkan pada iklan dan imej publik. Boom!!!

aku tertipu
aku terjebak
aku terperangkap muslihatmu
TREND

Selain label dan pariwara, Trend juga amat berperan dalam Direct dan Indirect Food Fraud. Trend membuat konsumen menjadi less considerable dalam memilih produk pangan secara selektif. Terlebih jika trend yang beredar atas sebuah produk pangan adalah dari sisi manfaatnya
Beberapa kali kita mengalami gelombang trend produk pangan yang dinilai memiliki manfaat khusus, semisal; suplemen minyak ikan cod, bee pollen, kopi, chlorella, EVOO, madu, saffron, dan lain sebagainya
Trend ini mendorong produsen nakal untuk berbuat curang (Direct Food Fraud) karena permintaan pasar yang tinggi. Banyak produk yang sedang nge-trend dipalsukan sedemikian rupa namun tetap laku terjual di pasaran
Hal ini disebabkan karena masyarakat luas sedang menggilai produk ini sehingga masyarakat menjadi kurang cermat dalam memilih produk pangan secara lebih selektif
Saya sudah menyebutkan satu di atas soal Saffron. Ada juga Madu yang dibuat dari sakarida-sakarida (senyawaan gula) ditambah perisa madu. EVOO (Extra Virgin Olive Oil) yang ternyata dibuat dari grapeseed dan minyak yang lebih murah lainnya. Kopi bubuk yang dioplos dengan jagung
dan sebenarnya masih banyak lagi wujud Direct Food Fraud yang terjadi akibat Trend pangan berbasis nilai manfaat. Selain Direct Food Fraud, Trend juga dapat menyebabkan Indirect Food Fraud juga lhoo
saya ambil contoh produk madu kemasan lokal yang merknya sudah sangat melekat di hati masyarakat

Ketika trend madu sedang naik, produk ini juga mengalami peningkatan permintaan karena masih banyak konsumen yang mengira produk itu madu asli. Apalagi merknya mengandung kata "madu"
Ditambah lagi iklannya yang ambigu alias tidak menyatakan secara jelas bahwa produk itu bukanlah madu asli. Makin tergiring lah imej produk ini di masyarakat
Padahal jika kita teliti membaca label pada kemasannya, sudah sangat jelas bahwa produk itu bukanlah madu asli melainkan produk minuman berperisa madu (atau produk minuman mengandung madu, aku lupa tepatnya apa)
EFEK PSIKOLOGIS

Bahan tambahan pangan (BTP, bukan Ahok ya) memang digunakan untuk memperbaiki kualitas dari produk pangan.
Tapi beberapa penggunaan BTP mampu menimbulkan efek psikologis baik secara visual, rasa, dan mouthfeel yang mengesankan bahwa suatu produk pangan memiliki kualitas yang lebih baik dari yang sebenarnya. Padahal itu hanya “tipuan” inderawi saja
Semisal penggunaan Cloudifier pada produk minuman (bubuk/ready to drink), terutama pada produk yang berkaitan dengan buah-buahan. Cloudifier digunakan untuk mengesankan produk tersebut dibuat dari buah asli karena jus buah asli mesti agak keruh alias tidak jernih
Secara umum, mestinya kita akan lebih memilih produk yang sebelah kiri karena cloudy dan menyerupai jus buah asli yang kita pernah lihat sebelumnya. Padahal produk sebelah kiri hanyalah produk sebelah kanan yang ditambahkan Cloudifier
Kemudian penggunaan thickening agent/pengental seperti yang kujelaskan di atas mengenai Yoghurt

Konsumen dapat terkecoh ketika nggak baca label dengan seksama. Mereka hanya akan menyimpulkan “ih anjir Yoghurtnya kentel banget pasti kualitasnya bagus”. Padahal belum tentu
Kemudian juga penggunaan Maltodextrin (powder) dalam produk minuman serta susu bubuk. Maltodextrin ini sebenernya senyawa sakarida (gula), tapi gak manis, yang gak memiliki kandungan nutrisi samasekali selain daripada kemampuannya untuk dimetabolisme cepat oleh tubuh
Tapi pada praktiknya, Malttrin digunakan sebagai filler atau bahan pengisi dalam produk minuman dan susu bubuk. Bisa dibilang hampir di semua merk susu yang beredar memiliki proporsi Maltodextrin yang lebih banyak dari formula utamanya.
Hal ini dilakukan untuk menimbulkan kesan bahwa produk tersebut berkualitas karena takaran sajinya banyak

Bayangkan kalian nyeduh susu bubuk takaran sajinya cuma dua sendok makan, mesti mikir “kok dikit banget yaaa?”.
Beda kalo satu takaran sajinya empat sendok makan, pasti ngerasa puas bgt kannn?

"Wah susunya banyak nIh!"
"Wah bergizi nih susu!"
Padahal dari empat sendok makan susu bubuk yang disarankan tiap takaran saji, bisa saja ternyata dua sendok makannya adalah Maltodextrin YANG MANA ITU SENYAWA GULA ANJRIT!!!

Jadi dengan skema ini ya formula asli dari susu bubuk itu sebenernya cuma dua sendok makan, sedih tidak?
Apalagi kalau ternyata susu formula dedek bayi juga kaya gini, duhhhh. Aku gatau sih kalo susu formula buat bayi & balita pake banyak Maltodextrin juga apa ngga, coba deh klean yg punya susu formula bayi & balita share komposisi dan nutritional fact-nya di kolom komentar
Jujur saja setelah mengetahui hal ini, aku mulai berhenti konsumsi susu bubuk untuk asupan harian. Soalnya mikir mendingan beli susu cair UHT/Pasteurisasi yang di label sama komposisinya tertulis FRESH MILK tanpa embel-embel komposisi lainnya
FRESH MILK yaa... bukan FROM FRESH MILK. Kalo FROM FRESH MILK itu, iya dibuat dari susu segar tapi udah diutak-atik buat nambah atau ngurangin ini-itu di susunya
Susu cair juga gak selamanya bagus sih apalagi yang ada embel-embel rasanya. Coba kalian nanti kalau beli susu cair liat deh komposisinya. Pasti nemu aja yg di komposisinya tertulis ada air, susu bubuk skim, pewarna, perasa, stabilizer, dll.
Nah yang kaya gini tuh susunya udah dicampur-campur bahan lain bahkan diencerin air. Aku sih nggak mau minum itu untuk asupan harian kecuali terpaksa atau sekedar memanjakan lidah aja.
Oh ia, susu bubuk itu dalam prosesnya kehilangan banyak nilai gizi lhooo. Terus untuk menutupi itu ya ditambahlah Premix Vitamin dan juga mikronutrien lainnya yang mana semua itu sintetik atau ekstrak
Makanya banyak iklan susu bubuk itu nonjolin “mengandung DHA, EPA, Omega 3, Omega 6, dll.” Nah itu tuh mikronutrien fortifikasi, nggak alami dari susunya
Udah gitu juga aku paham kalau susu itu sebenarnya pelengkap pangan dan yang dicari ya mikronutriennya (kalsium, mineral, vitamin, dsb.) bukan makronutriennya (Protein, Lemak, Karbohidrat).

Jadi lebih srek aja sama fresh milk karna gak difortifikasi macam-macam
Kita gatau apakah fortifikasi yang ditambahkan ke dalam susu bubuk itu memang benaran bermanfaat atau tidak. Banyak jurnal yg concern sama ini juga kok.
Namanya juga sintetik atau ekstrak kan yaa. Dalam proses produksinya bisa aja senyawaannya rusak ataupun membentuk trace senyawa lain yang justru berbahaya. That’s why aku pribadi lebih baik menghindarinya
Segini dulu Part 1. Cape mo mnggl

kalo ada masukan buat part-part selanjutnya feel free to DM me!!

Rencana selanjutnya aku akan bahas lebih banyak mengenai produk-produk Fraud baik direct ataupun indirect yang selama ini disalahpahami masyarakat secara luas tanpa sebut merk
terus aku juga bakalan share seputar BTP sama jenis-jenis sakarida (senyawa gula) yang sering dipakai di produk pangan

Segini dulu ya, makasih buat kalian yang sudi baca sampai sini

Ayo mulai biasain baca label-label di kemasan produk pangan yang kalian konsumsi!!!
You can follow @baryoism.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.