Ada byk hal yg bs dikupas dr threadnya mas @m_fikris ini.
1). Meski ada beberapa clue, tapi saya tdk dlm kapasitas mengevaluasi dinamika psikologis Gilang sbg individu. Sy memilih melihat dr sisi kronologi & seputaran riset ilmiah utk antisipasi jangan ada korban2 berikutnya. https://twitter.com/m_fikris/status/1288434425261256705

2) Dr kronologi panjang yg diceritakan @m_fikris, Gilang (G) melakukan eksploitasi pd orang lain dengan motif tertentu utk tujuan pribadi. Senioritas dipakai untuk mempengaruhi mhsw pemula dgn mengatasnamakan riset ilmiah.

3). G cukup tricky menempatkan posisinya sbg senior utk mendirect korban, bahkan pd ranah yg sebenarnya hak korban sbg pribadi.
Selain itu G banyak excuse shg korban iba & kurang nyaman utk bersikap asertif.
Sy bersyukur jk ternyata byk jg calon korban yg sdh menolak sjk awal.

4). Stiap riset ilmiah, terlebih yg melibatkan manusia sbg partisipan dgn menggunakan perlakukan tertentu yg menimbulkan risiko fisik/psikis WAJIB lolos prosedur ethical clearance dr tim etik institusi.
Dr sini dinilai apkh sbuah riset berikut prosesnya layak/tdk diselenggarakan.

5). Jk sdh lolos ethical clearance, masih dituntut adanya informed consent yg mesti diisi & ditandatangani oleh partisipan sbg tanda persetujuan resmi. Di sini selain nama peneliti juga tercantum nama penanggung jawab/profesional jk terjadi hal2 di luar kendali.

6). Jk 1 saat kita diminta mjd partisipan sbuah riset yg memakai perlakuan tertentu, mintalah informed consent, plajari baik2 & baru diteken.
Jk ragu, tolak!
Riset ilmiah SANGAT hormati otonomi partisipan utk membuat keputusan. Bahkan undur diri di tengah proses pun dibolehkan.

7). Berbuat baik itu harus.
Menolong orang itu bagus.
Tapi jangan berikan apa yg kita sebenarnya nggak bisa berikan.
Tdk ada kata terlambat utk balik kanan sblm kita terlanjur kecemplung jurang.
So, hati2 ya gaes, terutama adek2 mahasiswa.
Jgn ada korban lagi.

Salam sehat ⚘