[Review] Save me, seri drama yang menyindir keras realita banyaknya institusi agama yang dijadikan ladang bisnis, pemuka agama yang cabul, pencucian otak tentang iman dan kemakmuran hidup, politik dan hukum yang semena-mena.
- a thread!
- a thread!
Minggu lalu, saya dikirimi seorang teman tentang drama ini dan ketika mencari reviewnya, saya menemukan bahwa pemeran utama drama ini bahkan sampai depresi setelah selesai shooting.
Saya cukup kaget dengan plot cerita yang benar-benar refleksi dari dunia nyata umat beragama.
Saya cukup kaget dengan plot cerita yang benar-benar refleksi dari dunia nyata umat beragama.
[SPOILER] Sinopsis singkat 2 episode awal
Singkatnya, ada satu keluarga yang pindah dari Seoul ke sebuah kota kecil di Korea. Keluarga ini ternyata ditipu dan rumah yang mereka beli ternyata rumah kosong. Sang ayah pun mencoba mencari pekerjaan serabutan dimana-mana.
Singkatnya, ada satu keluarga yang pindah dari Seoul ke sebuah kota kecil di Korea. Keluarga ini ternyata ditipu dan rumah yang mereka beli ternyata rumah kosong. Sang ayah pun mencoba mencari pekerjaan serabutan dimana-mana.
Akhirnya, sang ayah menemukan pekerjaan di sebuah peternakan sapi dan ia diberikan tempat tinggal oleh sebuah institusi agama yang dinamakan Gereja Guseonwon. Cerita berlanjut ke 2 anak dari keluarga ini. Anak yang paling kecil menderita penyakit yang membuatnya pincang.
Sejak kepindahan keluarganya, anak yang paling kecil ini dirundung dan disodomi oleh teman-teman sekolahnya, sampai ia akhirnya bunuh diri. Kejadian ini membuat sang ibu berhalusinasi dan sang ayah akhirnya memutuskan untuk datang ke Gereja Guseonwon.
Di gereja itu, mereka mendapat banyak pencucian otak yang nanti akan kita bahas. Semua yang ada dalam gereja sesat itu hanyalah kebohongan, tetapi dipercayai jemaatnya karena bagi mereka, gereja tersebut memberikan kedamaian, kenyamanan, dan kemakmuran yang tak berhingga.
1. Rakyat kecil
Dalam drama ini, perlakuan hukum yang semena-mena terhadap rakyat kecil terus diangkat. Seorang teman yang berusaha menyelamatkan anak yang bunuh diri sebelumnya bahkan dipenjara, ketika orang-orang yang merundung anak tersebut bebas berkeliaran.
Dalam drama ini, perlakuan hukum yang semena-mena terhadap rakyat kecil terus diangkat. Seorang teman yang berusaha menyelamatkan anak yang bunuh diri sebelumnya bahkan dipenjara, ketika orang-orang yang merundung anak tersebut bebas berkeliaran.
Ada satu kalimat dari detektif membuat isu ini naik pada puncaknya, kira-kira begini, "Gampang menjarain orang walaupun dia gapunya kesalahan apapun, asal orangnya gapunya kuasa apa-apa (bukan orang kaya/mempunyai posisi di politik)."
2. Pemuka agama yang cabul
Pencucian otak yang dilakukan oleh gereja ini berusaha untuk menikahkan kakak dari anak yang bunuh diri (Seo Ye Ji) dengan pemuka agama disana. Tanpa consent, semua orang dalam gereja itu setuju untuk menikahkan mereka.
Pencucian otak yang dilakukan oleh gereja ini berusaha untuk menikahkan kakak dari anak yang bunuh diri (Seo Ye Ji) dengan pemuka agama disana. Tanpa consent, semua orang dalam gereja itu setuju untuk menikahkan mereka.
Ketika Seo Ye Ji menolak terus-terusan, ia dicap sebagai setan dan dipukuli bahkan oleh ayahnya sendiri yang sudah tercuci otaknya. Tiga tahun ia jalani dengan depresi mendalam karena banyak konflik, salah satunya pernikahan paksa atas nama agama.
3. Agama dan ladang bisnis
Salah satu konflik utama dalam drama ini juga adalah agama sebagai ladang bisnis. Untuk masuk ke dalam "kerajaan surga" versi Guseonwon, setiap orang harus mengikuti ujian dan persiapannya membutuhkan biaya 2.000 dollar.
Salah satu konflik utama dalam drama ini juga adalah agama sebagai ladang bisnis. Untuk masuk ke dalam "kerajaan surga" versi Guseonwon, setiap orang harus mengikuti ujian dan persiapannya membutuhkan biaya 2.000 dollar.
Anggotanya pun banyak yang mencuri dan membunuh keluarga mereka agar bisa masuk ke Guseonwon, mereka membenarkan perilaku jahat tersebut lagi-lagi dengan dalih iman dan kepercayaan. Tidak sampai situ, mereka diharuskan untuk memberi uang ketika mempunyai doa khusus.
Agar mendapat kemakmuran, mereka rela memberikan persembahan ribuan-puluhan ribu dollar demi doanya terkabul, apabila ternyata belum terkabul, pemuka agamanya akan memberikan dalih "doamu masih kurang dan hatimu belum suci".
Refleksi
Hampir seluruh cerita dalam drama ini sesuai dengan konteks institusi agama masa kini. Tuhan selalu dijadikan komoditas/alat agar manusia hidup bahagia, makmur, kaya raya. Walau tidak sesuai dengan Kitab Suci, manusia rela melakukan segala sesuatu.
Hampir seluruh cerita dalam drama ini sesuai dengan konteks institusi agama masa kini. Tuhan selalu dijadikan komoditas/alat agar manusia hidup bahagia, makmur, kaya raya. Walau tidak sesuai dengan Kitab Suci, manusia rela melakukan segala sesuatu.
Pencabulan terhadap anak pun seringkali terjadi atas dalih agama, dari jaman dulu sampai sekarang. Jemaat dan institusi agama pun banyak yang menutup mata akan kasus ini agar "tidak memalukan nama Tuhan dan gereja". Mereka melupakan kemanusiaan demi melindungi ketidakmanusiawian.
Drama ini benar-benar menyenggol banyak aspek dalam kehidupan umat beragama dan sistem politik yang berpihak pada penguasa. Di Korea sendiri, banyak institusi agama sejenis ini (salah satunya yang kemarin menyebabkan kasus corona di Korea meningkat).
Bagaimana dengan Indonesia? Banyak sekali dan besar sekali institusinya. Lalu, bagaimana kita sebagai umat beragama yang rasional menentang penipuan atas nama agama?
1. Kembalilah kepada Kitab Suci
2. Lawanlah pemuka agama yang tidak sesuai
3. Beragama dengan rasional
1. Kembalilah kepada Kitab Suci
2. Lawanlah pemuka agama yang tidak sesuai
3. Beragama dengan rasional
Kita harus selalu melihat, apa landasan teologis atas segala sesuatu, tidak terkecuali "alat-alat" yang dipakai oleh institusi agama. Contohnya ialah penjualan air suci dalam drama ini untuk menyembuhkan orang.
Thread ini juga bertujuan untuk mengajak teman-teman yang mengetahui kesalahan-kesalahan besar dalam institusi agama agar tidak terus diam. Kasus pencabulan, kasus penipuan atas nama agama, dan banyak kasus lainnya.
Kita bukan menyembah institusi, bukan menyembah pendeta/ustad, bukan menyembah manusia. Jadi, ketika kita melawan kesalahan yang mereka perbuat, itu bukan berarti kita melawan Tuhan. Kita justru melawan apa yang Tuhan tidak kehendaki.
Mari berhenti menutup mata, sekali lagi, dan gunakan rasio dalam beragama. Jangan kembali ke masa lalu, jangan kembali mengulang sejarah. Mari beragama dengan iman dan rasio.
Konten oleh @NathPribady
Konten oleh @NathPribady
Disclaimer: drama ini agak mengganggu psikis sebagian orang (melihat review-review lain). Jadi apabila dirasa tidak kuat untuk menonton adegan-adegan yang ada, jangan memaksanya ya
