Rasa kasihan kita kepada makhluk non-Sapiens tergantung dari seberapa jauh kita mengasosiasikan seperti Sapiens (anthropomorphic).

Kenapa kita kasihan kepada angsa yang dicabut bulunya hidup-hidup tapi tidak kasihan dengan domba yang wol nya diambil hiduo-hidup? https://twitter.com/malegorgon/status/1274022527061291008
Kenapa kita kasihan kalau anjing dibunuh dengan dipukul kepalanya padahal setiap hari lele dibunuh dengan cara yang sama di pasar?

Kenapa ada rasa kasihan kalau kelinci disembelih untuk disate sementara tak peduli kalau kambing disembelih untuk alasan yang sama?
Perbedaan pendapat ini terjadi karena :
1. Sapiens menyayangi Sapiens lain yang merupakan kerabatnya
2. Walau dalam taraf berbeda, Sapiens cenderung berempati kepada Sapiens lain
3. Sapiens suka asosiasikan makhluk hidup lain seperti Sapiens, khususnya yang ada kemiripan fisik
4. Makhluk hidup non-Sapiens yang diasosiasikan seperti Sapiens akan lebih disayangi oleh Sapiens
5. Sapiens bahkan punya tendensi asosiasikan benda mati / makhluk khayalan untuk menyerupai Sapiens
6. Standar antropomorpis yang berbeda antar budaya sebabkan gesekan standar moral
Contoh point 1 :

Kita cenderung lebih rela mencurahkan perhatian ke keluarga / kerabat / teman / orang yang dianggap dekat dengan hidup kita dibandingkan orang yang tidak dekat / asing. Dan kalau si “orang asing” mati, kita bahkan bisa tak keluarkan setetes pun air mata.
Contoh poin 2 :

Kita dengan sadar melakukan eksperimen berbahaya dan berisiko demi pengembangan metode medis / obat ke primata, tapi tidak kepada manusia.
Contoh poin 3 :

Kita cenderung letakkan sifat yang menyerupai manusia ke hewan yang dianggap lucu dan bersahabat.

Kita bahkan bisa menangis dan berduka saat hewan peliharaan kita yang setia meninggal, tapi tidak saat ada “orang asing” (Sapiens) yang meninggal.
Contoh poin 4 :

Kita lebih peduli nasib hewan yang dianggap lucu dan bersahabat dibandingkan yang tidak.

Kita cenderung kasihan dan khawatir kalau ada hewan gemas dan lucu seperti Panda akan punah, sementara cenderung acuh ke hewan kadal berlendir yang juga rawan punah.
Contoh poin 5 :

Kita anggap benda mati yang menyokong hidup manusia punya rasa kasih ke kita, dan kita perlu mengasihinya kembali.

Kita menyebut alam Ibu-Bumi (Mother Earth), hutan itu “Paru-Paru” dunia, Bumi “tersakiti” saat iklimnya berubah, dst
Contoh poin 6 :

Kita berbeda pendapat tentang apa yang boleh dimakan atau tidak. Sebagian dari kita anggap bunuh dan konsumsi anjing itu kurang beradab, sementara di sebagian budaya tidak.

Sebagian dari kita anggap makan daging binatang OK, sementara bagi yang vegetarian tidak.
Hal seperti ini berakibat fatal di sejarah peradaban kita : perbudakan.

Di dunia kuno, nyawa hewan yang dianggap peliharaan di suatu Kekaisaran lebih berharga daripada nyawa seorang budak.

Kok bisa? Karena secara tak sadar hewan peliharaan dianggap lebih “Sapiens” dari budak!
Perbedaan standar moral semacam ini bisa memunculkan banyak sekali perbedaan pendapat, mulai dari yang sangat serius seperti rasisme sampai yang sepele seperti apakah seharusnya cara bunuh lele harus lebih manusiawi (atau bahkan tak boleh dibunuh sama sekali).
Misalnya, apakah etis untuk melakukan eksperimen berbahaya ke simpanse? Padahal simpanse salah satu binatang yang dianggap punya “kesadaran” (apapun definisinya).

Apakah kita boleh berbuat sesukanya ke simpanse simply karena mereka bukan Sapiens?
Bias standar moral ini juga sering dimanfaatkan penguasa sejak zaman kuno untuk kepentingan politik.

Aturannya sederhana : semakin kita tak anggap sesuatu itu “manusia”, semakin kita tak peduli bahkan ketika menyakitinya

Tapi apa bisa kita memandang “manusia” bukan manusia?
Jelas bisa. Banyak instrumennya :
- Ras
- Agama
- Negara
- Afiliasi Politik
- Identitas Kelompok
- Ideologi
- dst

Ga perlu yang ndakik2 lah, bahkan ada kan anak remaja yang sayang banget sama motor modif nya, tapi tawuran bawa parah bunuh si “non identitas kelompok saya”?
Dalam pikiran Sapiens / kita, “cinta” dan “benci” itu satu koin yang sama, dimana tepian koin yang tipis itu penuh bias & standar moral yang sifatnya relatif.

Sedikit saja tergelincir (seberapa kita anggap sesuatu menyerupai kita / Sapiens), sisi koin yang muncul akan berbeda
Kecenderungan kita berpikir antropomorfis kemungkinan karena kita masih sering terjebak secara tidak sadar anggap Sapiens adalah pusat semesta.

Kesalahan klasik sejak ribuan tahun lalu yang sebenarnya sejarah mencatat pada akhirnya terbukti perlu direvisi.
Dengan sains yang kita tau sekarang, mungkin mudah menerima Bumi bukan pusat semesta (tidak bagi gereja ortodox di zama Galileo), tapi sadar atau tidak, masih sulit menerima bahwa manusia bukan pusat kisah semesta.

Bahwa kisah kita (Sapiens) itu sepele dalam skala kosmos.
Jadi kalau kita kasihan bulu angsa dicabutin untuk bantal tapi masih doyan makan bebek goreng padahal jelas-jelas sebelumnya si bebek itu digorok lehernya sampai mati, ya gapapa juga sih

Selama sadar bahwa kita itu memang luar biasa bias dalam menentukan standar moral 😄
You can follow @adriandanarw.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.