Bikin thread baru ah.. melanjutkan #uneg2bola yg ke-lima, mencoba melihat dunia industri sepakbola dari kerangka berpikir sport management. Thread kali ini terasa semakin relevan karena 2 hal. Ada berita ttg pelatih timnas Indonesia yg berargumen bahwa target juara perlu ...
... dikritisi mendalam krn peringkat Indonesia di FIFA tidak merefleksikan ada strategi pengembangan sepakbola yg terstruktur sehingga dirasa tidak masuk akal memilliki target juara. Lalu, keresahan pribadi yg bertanya2 kenapa Liga 1 diisi 18 klub. Hehe.
#uneg2bola ini terinspirasi ketika melihat gambar ini. Ini gambar saya ambil dari akun instagram dari link berikut klo ada yg mau cek. Gue udah izin ambil juga dari admin akun. https://www.instagram.com/p/CBNCYaiJ73w/?utm_source=ig_web_copy_link

Apa coba yg menarik?
Bagi gue ada 3 hal yg menarik.

1. Ranking Indonesia dibanding 4 negara ASEAN lain dan 3 negara Asia Timur baik di FIFA dan AFC, agak menyedihkan.

2. Ternyata jumlah klub di liga elit domesik kita paling banyak lho (18 klub) dibanding 4 negara ASEAN lain. Sama dgn J1 League.
3. Gue jadi bertanya2 krn banyak sekali argumen yg bilang butuh kompetisi berkelanjutan untuk menjadi salah satu wadah pembinaan atlet timnas, namun pernah ada yg kritisi gak ya soal jumlah klub dan aspek di luar kompetisi itu sendiri pengembangan sepakbola hrs sprt apa?
Kenapa begitu? Lah itu buktinya Vietnam di kasta Liga 1 nya hanya 14 klub, tapi masuk top 100 FIFA lho. KorSel yg juga menjadi Asia Power House di sepakbola malah kasta Liga 1 nya hanya 12 klub. Negara tetangga yg luasny kurleb sama dgn DKI Jakarta aja hanya punya 9 klub, ...
... tapi peringkat FIFA nya bisa hampir beda 20 strip. Logika sederhananya kita bisa buat asumsi dasar bahwa jumlah klub di Liga tertinggi itu TIDAK PUNYA KORELASI POSITIF pada prestasi timnas. Atau klopun ada, korelasinya minim sekali. Jadi, demi kebaikan timnas, perlukah ...
... Liga 1 itu diisi 18 klub? Bila iya, kenapa beberapa kali muncul berita klub mengeluh padatnya jadwal kompetisi? Semakin banyak klub semakin banyak pertandingan, dan tentunya semakin lama musim kompetisi membutuhkan waktu.
Kemudian, semakin banyak pertandingan, semakin jarang pemain yg turun reguler memiliki waktu untuk recovery. Artinya semakin besar kerentanan cedera seorang pemain. Ini baru bicara jadwal Liga 1, bgmn dgn Piala Indonesia yg merupakan turnamen tersendiri dari kompetisi liga?
Nah dgn sudut pandang ini, sdh tepat kah Indonesia mengadopsi sistem 18 klub d strata kompetisi tertinggi nya? Ada kah sudut pandang yg lebih menyeluruh utk evaluasi model pengembangan sepakbola di Indonesia? Ternyata ada satu kerangka yg gue rasa bs menjawab #uneg2bola ini.
Model ini gue temukan jg saat kuliah S2 Sport Management di Inggris dan jujur aja bagi gue siapapun yg menjadi pembuat kebijakan atau pelaku di industri sepakbola, harusnya paham kerangka ini. Bocoran dikit, EPL kabarnya termasuk yg mengadopsi model ini.
Model ini membagi faktor-faktor yg mempengaruhi High Performance Sport menjadi 3 level dan 7 faktor. Fokus akhirnya adalah membedah ekosistem olahraga yg mendorong terciptanya atlet dgn High Performance d bidangnya sebanyak mgkn.
Di tingkat makro, ada 2 faktor. Pertama adlh pendanaan dan struktur pengembangan olahraga yg seimbang antara 'mass participation' dan 'elite sport'. Artinya apa sih? Yg bertanding d lapangan adlh atlet atau sekumpulan atlet. Artinya, perlu ada 'pool of talent' seluas mgkn yg ....
... berpartisipasi di olahraga tersebut sebagai prasyarat pertama. Klo olahraga tersebut tidak diminati, atau sedikit yg mau menjadi atlet olahraga tersebut, maka pengembangan olahraganya sdh terhambat dari aspek ketersediaan talent. Di Indonesia bagaimana? Ada isu kah d sini?
Skrg gue tdk menemukan data riil brp bnyk orang di tiap kelompok usia yg aktif bermain sepakbola. Namun katakan banyak yg bermain sepakbola, pertanyaan berikutnya, brp banyak yg punya peluang atau berkomitmen mengembangkan diri spy masuk level elit?
Itu baru dari aspek partisipasi, blm bicara pendanaan. Knp pendanaan jd penting? Krn memang pengembangan prestasi olahraga itu bukan usaha sosial tanpa modal, bung. Bahasa sederhananya, mahal coy. Klo murah, gue rasa semua klub Liga 1 skrg punya akademi dr kelompok U8 s.d. U20.
Di level makro faktor kedua, ada kemitraan dgn agensi pendukung lain. Ini sbnrny nyambung sm mslh pendanaan. Bisa kah di atasi? Bisa. Carany gmn, ya bangun kemitraan. Pengembangan sepakbola memang menjadi beban utama federasi dan klub sepakbola, namun kemitraan bs dibangun.
Dengan siapa? Dgn banyak pihak yg idealnya terlibat dlm ekosistem industri atau pengembangan sepakbola. Sprt pelatih, dokter, psikolog, nutritionist, hingga pihak swasta yg tertarik dgn peluang promosi atau potensi pasar yg ada di sepakbola. Naif klo hal ini dilakukan sendiri.
Di level meso (menengah), yg paling awal adalah turunan dr para pihak mitra yg td disebutkan. Pengembangan sepakbola itu soalnya bukan hanya soal ada talent atlet. Tp jg faktor nutrisi, psikologis, kurikulum pelatihan, fasilitas latihan, dan jg staf kepelatihan yg bervariasi.
Jgn hny dilihat perlu Head Coach. Pelatih aja ada spesialisasi masing2. Pelatih kebugaran, pelatih kiper, pelatih taktik. Di klub J1 League aja kabarnya staf pelatih ada minimal 8-10 orang. Ini baru dari aspek Football Operation nya. Dari sisi komersil, mitra jg bisa dilibatkan.
Yg paling riil sprt apa sih keterlibatan mitra komersial dlm pengembangan olahraga? Lihat contoh di bulu tangkis dgn PB Djarum. Itu udah bentuk paling riil ada pihak swasta yg berinvestasi di pengembangan olahraga dr jenjang terendah, terlepas kontroversi yg ada.
Artinya apa bagi sepakbola? Akademi itu bisa jadi produk untuk jg disponsori produk atau brand. Bahkan, klo mau pakai Inpres No.3 tahun 2019, BUMN dan BUMD hrsny bs lebih mudah berpartisipasi di kegiatan akademi sepakbola ny federasi atau Liga 1.
Nah, tadi kan awalnya bicara liga tuh. Ternyata sistem kompetisi itu baru muncul di nomor 4. Artinya apa sih? Kompetisi itu adalah faktor pengembangan olahraga yg berada di tingkat menengah. Tapi uniknya, dlm kacamata pribadi khususnya, mnrt gue klo kompetisi tdk ada kegiatan ...
... malah jadi sulit utk menstimulus faktor lain jalan. Makanya gue dlm #uneg2bola selalu berpandangan industri sepakbola itu butuh kepastian keberlangsungan kompetisi spy pelaku dan faktor industri nya bisa bergerak juga.

Ambil napas dulu gaes, sblm lanjut.
Kompetisi itu jg bkn hanya liga di level elit ya. Tp kompetisi berjenjang dari tiap kelompok usia, mulai dr tingkat lokal, regional, bahkan nasional. Jd klo kita yg mengaku sbg pecinta sepakbola fokusny hny d Liga 1 dan Liga 2 trs, kr2 gmn tuh mnrt teman2?
Jenjang ke-lima di level meso adalah Training Centers atau aspek infrastruktur yg memungkinkan kegiatan berlatih berjalan scr berkelanjutan. Training Centers jgn disamakan dengan Training Camp ya. Itu 2 hal yg terkesan sama tp orang sering tertukar pakainya.
Training Camp itu program yg dilakukan terpusat, diikuti para atlet, slm periode tertentu utk persiapan partisipasi di kompetisi. Training Centers adlh sentra atau fasilitas yg menjadi wadah kegiatan pelatihan olahraga berlangsung. Jd dlm case sepakbola itu mencakup ...
... lapangan bola yg sesuai standar, perlengkapan latihan, peralatan gym, sampai software statistik yg diintegrasi dalam program latihan. Argumentasi dasarny d model ini apa? Infrastruktur pelatihan itu suatu aspek yg lbh dkt dlm pengembangan olahraga dibanding sistem kompetisi.
Kompetisi bs menjadi wadah aktualisasi atlet dan tim dlm bertanding. Tp dlm mempersiapkan mrk d panggung pertandingan atau proses d balik layar berupa fasilitas pelatihan itu bs menjadi pembeda dlm pembentukan High Performance athletes atau teams. Klo cm mau ikut kompetisi, tp...
... fasilitas keolahragaan utk mendukung persiapan tdk diperhatikan ya High Performance tdk akan tercipta. Makany wajar bgt klo kita sebagai fans klub, kt menuntut manajemen klub punya fasilitas keolahragaan yg modern. Bkn utk keren2an, tp krn ini syarat High Performance.
Di level mikro, ada 2 faktor yg semakin lekat ke atlet atau tim yg bertanding. Yaitu pengembangan bakat dan dukungan tingkat lanjut. Artinya adlh seluruh proses dan metodologi yg digunakan utk pembinaan atlet dr berbagai aspek. Fisik, nutrisi, mental, dan taktik.
Selesai sudah bahasan High Performance Management scr ringkas ini. Tp klo boleh disambungin dikit k alasan awal thread #uneg2bola ini muncul, selain jumlah klub d Liga 1, sbg praktisi sport management, baikny kt jg punya data lengkap ttg aspek pelatih dan pemain akademi.
Bahkan sampai ke sport psychologist, nutritionist, dan sport medicine experts. Jd kt tdk hny fokus ke atlet atau klub yg bertanding d lapangan, krn itu hnylah 'panggung' dr suatu ekosistem yg sangat kompleks. Bila di-challenge lagi nih dlm bentuk polling, mnrt teman2 di sini ...
... baiknya Liga 1 itu diikuti brp klub sih spy bs tercipta High Performance yg pas utk mendukung timnas? Ini gue bahkan blm bicara dari aspek club licensing ya yg datany lebih unik lg negara Indonesia ini. hehehehe. Yuk dipilih yuk..
Opini pribadi, dan sdkt bocoran utk #uneg2bola edisi d masa dpn yg akan bahas Club Licensing, gue berpendapat Liga 1 cukup diikuti 14 klub aja scr nasional dlm format kompetisi utuh. Kontroversi? Memang. Berhasil? Blm tentu. Tp yg bisa gue katakan scr yakin, dgn jumlah ini ...
... ruang utk Liga 1 dan Piala Indonesia scr jadwal bs berjalan berkesinambungan akan lebih besar. Kedua, scr industri, kt menjalankan prinsip 'economics of scarcity' yg bisa berdampak bagus pd valuasi Liga 1. Silakan didebat ya.. hehehehe
You can follow @kh_putra.
Tip: mention @twtextapp on a Twitter thread with the keyword “unroll” to get a link to it.

Latest Threads Unrolled:

By continuing to use the site, you are consenting to the use of cookies as explained in our Cookie Policy to improve your experience.